Sabtu 17 Jan 2015 20:44 WIB
Budi Gunawan tersangka

Istana Presiden Didemo Pendukung Budi Gunawan

Calon Kepala Polri Komjen Budi Gunawan.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Calon Kepala Polri Komjen Budi Gunawan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Massa yang tergabung dalam Relawan Nasional berdemonstrasi di depan Istana Negara, Sabtu petang. Mereka meminta agar Presiden Joko Widodo segera melantik Komjen Pol Budi Gunawan sebagai Kapolri.

"Kami relawan nasional, mendukung Presiden Jokowi untuk segera melantik Komjen Pol Budi Gunawan sebagai Kapolri," ujar Koordinator Relawan Nasional, Afrudin Jamal, di Jakarta, Sabtu.

Relawan Nasional menduga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah bermain politik, dengan bertameng pemberantasan korupsi dalam penetapan status tersangka Komjen Pol Budi Gunawan.

Pasalnya, kata Afrudin, bukti tuduhan kepemilikan rekening gendut tidak hanya pada Budi Gunawan, tetapi juga sejumlah Jenderal yang sampai saat ini tidak disentuh KPK.

"Mengapa KPK dalam penegakan hukum terkesan sangat diskriminatif. Apakah KPK tidak menerapkan asas persamaan di mata hukum," ujarnya.

Dia mengingatkan, banyak koruptor kelas kakap yang hingga saat ini belum tersentuh hukum. Penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka dinilainya sebagai wujud tebang pilih KPK dalam memberantas korupsi.

"Oleh karena itu, kami menolak kriminalisasi Komjen Pol Budi Gunawan oleh KPK, dan meminta agar institusi KPK dibersihkan dari kekuatan asing dan kepentingan politik tertentu," kata dia.

Sebelumnya, politikus Partai Demokrat, Gede Pasek Suardika, berpendapat permasalahan antara status tersangka dan pengangkatan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai Kapolri, merupakan bentuk persilangan hukum pidana dengan tata negara.

"Permasalahan antara status tersangka dan pengangkatan Budi Gunawan menjadi Kapolri adalah bentuk persilangan hukum pidana (ranah KPK) dan hukum tata negara (proses pengangkatannya)," kata Gede Pasek dihubungi di Jakarta, Jumat (16/1) malam.

Pasek yang merupakan anggota DPD RI menilai dalam posisi tersebut tidak boleh ada yang mengklaim sebagai hukum yang lebih tinggi, karena baik KPK dengan hukum pidananya dan Presiden Jokowi yang melaksanakan proses hukum tata negara, berada di kamar yang berbeda termasuk juga mekanisme penyelesaiannya.

"Oleh karena itu, tidak perlu dibenturkan, biarkan berjalan apa adanya saja. KPK silakan lakukan proses hukum acara pidana yang diyakininya, dan Presiden silakan menjalankan aspek hukum tata negara yang sudah berjalan selama ini," kata dia.

Terlebih, kata mantan ketua Komisi Hukum DPR RI itu, semua hal tersebut dibingkai dalam posisi semua orang sama di mata hukum. Baik Kapolri, Komisioner KPK, maupun Presiden sama di depan hukum.

"Kalau ada yang tidak puas bisa dilakukan dengan upaya hukum juga, baik yang terkait pidana maupun yang terkait dengan hukum tata negara. Jangan malah dibawa ke ranah peradilan opini. Itu tidak benar dan tidak sehat," katanya memaparkan.

Sejauh ini DPR RI melalui sidang paripurna sudah menerima Komjen Pol Budi Gunawan sebagai calon Kapolri. Namun, Presiden Jokowi memutuskan untuk menunda pelantikan Budi Gunawan sambil menunggu proses hukum di KPK.

Sementara ini, jabatan Kapolri dipegang oleh pelaksana tugas, yakni Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement