REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pasar Devris yang terletak di Jalan Veteran Kota Bogor, Jawa Barat berubah fungsi menjadi "surga" pedagang batu akik, puluhan pedagang menjajakan beraneka ragam jenis batu alam bernilai tinggi tersebut.
Direktur Perusahaan Daerah Pasar Pakuan Jaya, Ali Yusuf mengatakan, ada 40 pedagang dan pengrajin batu akik yang mendaftarkan diri untuk dapat menggunakan fasilitas di Pasar Devris.
"Kita mengakomodir pedagang bisa berjualan selama tiga bulan gratis, sambil melihat minat dan animo masyarakat yang datang," kata Ali di Bogor, belum lama ini.
Sejak diresmikan sudah ada sekitar 12 pedagang yang mengisi pasar dari awal, salah satunya Muhammad Galih Permana (35). Sekitar 100 cincin batu koleksinya ia pamerkan kepada pengunjung yang datang. Harga dan model serta jenis cincin batu akik yang dijualnya pun beragama, mulai dari harga jual terendah Rp1 juta hingga Rp7 juta untuk batu kualitas tinggi.
"Batu Bacan Dogo ini harganya Rp2 juta, kalau batu rubi ini Rp1.250.000," kata Galih kepada pengunjungnya.
Cincin batu yang dijual oleh Galih berasal dari berbagai daerah di Indonesia maupun luar negeri, seperti batu Rubi berwarna pink yang berasal dari Afrika, juga ada batu yang berasal dari Srilanka. Hampir semua cincin batu yang dijualnya merupakan koleksi pribadi yang sudah dikumpulkannya sejak masih duduk di bangku SMP.
"Hobi sejak SMP, waktu itu sudah ada 300 batu akik yang saya koleksi," katanya.
Sebelum batu akik "booming" seperti saat ini, Galih hanya mengkoleksi dan menjual secara khusus dengan cara dari teman ke teman bila mendapatkan tawaran harga yang menarik. Tetapi setelah batu akik menjadi fenomea, Galih mencoba peruntungan untuk berbisnis menjadi penjual batu akik dengan kualitas terjamin serta bersertifikat.
"Saya mengurus sertifikatnya di Bens International Gemological center khusus untuk batu mulia. Sertifikat ini untuk menjamin kualitas batu orginal," katanya.
Menurut Galih, hobi mengkoleksi batu akik sejak SMP telah membuahkan hasil, kini ia bisa menjual perhiasan batu akik di toko yang permanen, serta memiliki karyawan untuk membuat cincin batu akik. Untuk mendapatkan pasokan batu, ia juga sudah memiliki jaringan dari berbagai daerah hingga luar negeri, seperti batu dari Afganistan, dan Afrika.
"Kalau stok habis tinggal hubungi jaringan kita bisa datangkan batu-batu yang dipesan," katanya.
Selain Galih, ada sekitar 12 pedagang batu akik yang berjualan di Pasar Devris, tampilan kios mereka berbeda, ada yang hanya menjual batu-batuan saja yang sudah dibentuk, ada juga yang menjual masih dalam bentuk bongkahan. Tetapi tampilan kios Galih lebih elegan, dia merancang seperti menyerupai toko perhiasan. Tidak hanya menjual cincin batu, ia juga menyediakan perawatan cincin batu serta alatnya.
Perawatan meliputi, kulit gosok biar batu tidak kusam, serbuk intan serta kain poles. Alat perawatan dijual terpisah dengan harga mulai Rp35.000 untuk kulit gosok, dan Rp100.000 untuk serbuk intan. Menurut Galih, kehadiran Pasar Devris sebagai pusat penjualan batu akik sangat membantu pedagang untuk memulai usahanya. Karena aksesnya dekat dengan masyarakat sehingga mudah dijangkau.
"Dulu kita berjualan dari mulut ke mulut sesama kenalan, kita belum punya toko khusus, hanya menumpang toko pakaian. Sekarang sudah ada kios seperti ini cukup baguslah untuk usaha," kata Cindy Allysa, rekan Galih. Cindy optimistis dengan adanya pusat penjualan batu akik di Pasar Devris dapat memberikan peluang bagi masyarakat membuka usaha menjual batu akik.
Jika dalam waktu tiga bulan para pedagang mendapatkan keuntungan yang wajar, maka merekapun bersedia untuk melanjutkan penyewaan dengan sistem kontrak. "Kalau pasarnya bagus ya kita akan sewa setelah tiga bulan gratis," katanya.