REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Mahkamah Agung (MA) menyatakan siap menangani sengketa pilkada jika Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 disahkan menjadi Undang-Undang. Hanya saja, untuk sistem peradilan dan penegakan hukum pemilu yang lebih baik MA mengusulkan dibentuk pengadilan khusus pemilu atau electoral court.
"Jadi kami berdoa dalam hati, hendaknya negara ini punya pengadilan khusus pemilu yang diberi nama electoral court seperti wasit sepak bola. Putusan wasit tidak dapat diganggu gugat," kata Hakim Agung dari Kamar Tata Usaha Negara (TUN) Supandi usai bertemu KPU, di kantor KPU, Jakarta, Jumat (9/1).
Meski siap mengikuti perppu, menurut Supandi, MA lebih memilih menghindari menangani sengketa pilkada. Pasalnya, MA memiliki catatan kurang bagus selama menangani sengketa pilkada sebelum penanganan dialihkan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Jika tetap dibawa ke pengadilan, MA menurutnya khawatir preseden buruk di masa lalu akan terulang. Misalnya pengerahan massa oleh kelompok yang bersengketa hingga berujung menekan pengadilan.
Padahal, Supandi melanjutkan, pengerahan massa merupakan pelanggaran konstitusi. Sementara pengadilan merupakan lembaga yang bebas dari tekanan manapun. Karena itu, MA menilai lebih bijak jika sengketa pilkada ditangani oleh satu badan khusus. Tentu saja pembentukan pengadilan khusus tersebut harus dirumuskan dalam Undang-Undang.
Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan, sebagai sebuah wacana, pembentukan pengadilan khusus sengketa pemilu tentu boleh saja dilakukan. Namun, sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang harus tunduk pada UU menurutnya KPU hanya berpatokan pada UU.
"Kami fokus pada apa yang tertulis di perppu. Kalau UU sebut kewenangan ada di MA ya ikuti MA," ungkapnya.