REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Daerah segera diputuskan oleh DPR RI. Kalau Perppu tersebut disahkan oleh DPR, maka putusan tersebut bersifat mengikat untuk semua. Termasuk dalam pasal 157 yang menyebut sengketa terhadap pilkada diselesaikan oleh Mahkamah Agung (MA).
Wakil Ketua DPR RI, Agus Hermanto mengatakan kalau sudah diputuskan dalam Undang-Undang, maka tidak ada seorang pun atau institusi apapun yang bisa menolaknya. Semua pihak harus melaksanakan UU. Hal itu juga berlaku kalau dalam UU sebuah institusi tidak memiliki wewenang maka tidak bisa menangani sengketa pilkada.
Persoalannya sekarang, acuan yang digunakan dalam pilkada. Sebab, Perppu pilkada belum disahkan oleh DPR. Kalau Perppu tersebut sudah disahkan dan menjadi UU, maka semua harus menaati dan melaksanakannya.
"Kalau di Perppu bunyinya seperti itu (MA yang menangani sengketa pilkada), ya harus diikuti," kata Agus Hermanto pada Republika, Jumat (9/1).
Menurut politisi partai Demokrat ini, Perppu Nomor 1 akan jadi UU terbaik tentang Pilkada di Indonesia. Sebab, Perppu ini mengamanatkan pelaksanaan pilkada pilihan rakyat, yaitu secara langsung namun dengan 10 perbaikan.
Agus menambahkan, kewajiban melaksanakan isi Perppu ini kalau diterima DPR juga terkait dengan pelaksanaan Pilkada serentak di 2015. Menurutnya, kalau sudah disahkan, maka harus dilaksanakan pemilihan langsung serentak di 2015.
Kalau tidak, maka juga akan melanggar UU pilkada. Posisi DPR tidak dapat melakukan revisi atas Perppu tersebut. Hanya dapat menolak atau menerima. "Kalau tidak melaksanakan Perppu yang disahkan, ya melanggar UU," imbuh dia.
Sebelumnya, MA menyatakan keberatannya untuk menangani sengketa pilkada. MA lebih memilih penyelesaian sengketa Pilkada tidak dibawa ke lembaga peradilan. Namun, MA siap menjalankan tugas menangani sengketa pilkada jika DPR telah menerima dan mensahkan Perppu nomor 1 tahun 2014 tersebut.