REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Para pemohon dari perkara pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2014 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menyatakan bahwa negara telah melakukan praktik monopoli pelayanan kesehatan.
"Ada monopoli oleh negara dalam pelayanan kesehatan," kata kuasa hukum pemohon Aan Eko Widiarto di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu (7/1).
Aan mengatakan bahwa negara memang harus bertanggung jawab terkait dengan penyelenggaraan jaminan kesehatan. Namun, seharusnya negara tidak menutup celah bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan.
Lebih lanjut Aan mengemukakan bahwa beberapa badan pelaksana jaminan kesehatan masyarakat tidak bisa beroperasi karena satu-satunya penyelenggara jaminan kesehatan masyarakat adalah BPJS.
"Ini menutup akses masyarakat untuk berpartisipasi memberi pelayanan kesehatan masyarakat," jelas Aan.
Perkara ini dimohonkan oleh PT Papan Nirwana, PT Cahaya Medika Health Care, PT Ramamuza Bakti Usaha, PT Abdiwaluyo Mitrasejahtera, dan dua orang dari unsur pekerja, yaitu Sarju dan Imron Sarbini.
Para pemohon merasa dirugikan atau berpotensi dirugikan hak-hak konstitusionalnya dengan berlakunya Pasal 15 Ayat (1), Pasal 17 Ayat (1), Ayat (2) Huruf c, Ayat (4), Pasal 19 Ayat (1) dan Ayat (2), serta Pasal 55 UU Nomor 24 Tahun 2014 tentang BPJS.
Para pemohon merasa dirugikan dengan adanya Pasal 15 Ayat (1) dan Pasal 19 Ayat (1) dan Ayat (2) UU BPJS yang mewajibkan seluruh pemberi kerja mendaftarkan diri beserta seluruh pekerjanya pada BPJS. Lantaran pemberi kerja tidak mempunyai pilihan lain selain BPJS untuk memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan yang lebih baik kepada pekerjanya.