REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Nasib Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pilkada akan ditentukan pasca reses Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). DPR hanya memiliki dua opsi atas Perppu no 1 dan 2 tahun 2014 yang dikeluarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut, yaitu menerima atau menolak Perppu.
Partai Demokrat sebagai pengusul Perppu optimistis Perppu tentang Pemilihan Kepala Daerah Langsung tersebut diterima oleh DPR. Bahkan, Demokrat sudah siap untuk mendorong Perppu Pilkada itu jadi Undang-Undang Pilkada.
Namun, DPR harus lebih dulu menyetujui Perppu ini. Hingga saat ini, sikap fraksi-fraksi di DPR masih belum pasti. Bahkan partai-partai pendukung Koalisi Merah Putih (KMP) juga belum secara resmi menentukan sikapnya apakah menerima atau menolak Perppu ini.
Politisi muda Partai Amanat Nasional (PAN), Yandri Susanto mengatakan pasca reses, PAN baru akan membahas sikapnya pada Perppu pilkada. Yandri yang juga sedang reses di daerah pemilihannya mengungkapkan, konstituennya beragam menanggapi soal Perppu ini. "Beragam pendapat, ada yang pro terima ada juga yang nolak ada juga yang tidak peduli," kata dia, Rabu (7/1).
Yandri menambahkan, PAN akan menentukan sikapnya pada Perppu setelah reses. PAN masih perlu untuk membahas secara detail isi Perppu serta memertimbangkan berbagai masukan terkait pelaksanaan pilkada langsung ini. Saat ini, imbuh Yandri, pihaknya enggan untuk mengeluarkan pendapat pribadi soal Perppu itu. Pasalnya pasca reses minggu depan, akan ada sikap resmi dari Partai berlambang Matahari ini.
Ditanya soal akan adanya dorongan dari Demokrat untuk menjadikan Perppu itu UU, Yandri mengungkapkan masih butuh pembahasan lagi di komisi II. Pembahasan ini harus melibatkan seluruh fraksi. Sebab, butuh kekuatan lebih untuk mendorong Perppu yang kalau disetujui nanti menjadi sebuah produk UU.
"Kan tidak cukup hanya Demokrat yang dorong," kata Yandri.