Sabtu 03 Jan 2015 19:26 WIB

Dari Kain Pel Sarinah untuk Korban Air Asia

Rep: Mas Alamil Huda/ Red: Mansyur Faqih
 Tim SAR gabungan membawa peti jenazah korban kecelakaan pesawat Airasia QZ-8501 di Lanud Iskandar, Pangkalan Bun, Kalimatan Tengah, Jumat (2/1), untuk diterbangkan ke Surabaya. (Republika/Agung Supriyanto)
Tim SAR gabungan membawa peti jenazah korban kecelakaan pesawat Airasia QZ-8501 di Lanud Iskandar, Pangkalan Bun, Kalimatan Tengah, Jumat (2/1), untuk diterbangkan ke Surabaya. (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Mas Alamil Huda

Sarinah terlihat menutup hidungnya saat membersihkan lantai di RSUD Sultan Imanuddin, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Sabtu (3/1). Berjalan mundur dari lorong jenazah, perlahan perempuan berkulir sawo matang itu mengepel satu per satu ubin berwarna putih berukuran 30x30 sentimeter itu.

Tak jarang Sarinah menghentikan aktivitasnya sesekali. Ia ke tepi lantai dan terlihat seperti ingin mau muntah. Tapi ia tetap terus melanjutkan kembali tugasnya sebagai petugas kebersihan rumah sakit. 

Dengan kain pel yang terikat pada sebuah tangkai dari bahan paralon yang dipegangnya, ia dengan sabar menjalankan tugas sebagai petugas kebersihan rumah sakit.

Sarinah terlihat lincah dengan alat pel yang digenggam. Sama sekali tidak terganggu meski dalam posisi baju yang terus ia sangkutkan ke hidung. Dia lupa memakai masker. Perempuan 23 tahun itu terus menjejakkan kakinya ke belakang secara perlahan, mengikuti seorang pria yang berada di belakangnya. Terlihat pria itu memercik-mercikkan sebuah cairan dari jirigen berukuran 10 liter.

Kurang lebih setengah jam, ibu satu anak itu selesai menjalankan kewajibannya. Lorong menuju ruang jenazah pun berbau harum. Cairan yang dipercikan tadi nampaknya merupakan cairan pembersih lantai. "Tapi tidak cukup pembersih, harus ada pemutihnya, kalau nggak masih menyengat baunya," katanya usai membersihkan lantai.

RS Sultan Imanuddin memang tak pernah berhenti kedatangan jenazah setiap harinya dalam empat hari terakhir. Kantong hitam bertuliskan 'Basarnas' terus lalu lalang menuju salah satu ruang di lorong yang panjangnya tak kurang dari 20 meter itu. Ruang tersebut dijadikan posko Disaster Victim Identification (DVI) Polri untuk evakuasi korban Air Asia QZ8501.

Sabtu (3/1) merupakan hari ke enam setelah pesawat terbang tujuan Surabaya-Singapura itu dinyatakan hilang pada Ahad (28/12). Dua hari kemudian, Selasa (30/12), tiga jenazah ditemukan. Praktis setelah itu, setiap hari korban pesawat nahas tersebut 'menyambangi' Rumah Sakit sultan Imanuddin.

Sabtu (3/1) siang sekitar pukul 11.00 WIB, delapan jenazah dievakuasi dari KRI Banda Aceh menggunakan helikopter TNI Angkatan Laut (AL). Delapan korban itu menggenapi jumlah total 30 jenazah pesawat Air Asia yang ditemukan di perairan Selat Karimata. Jenazah itu satu per satu dimasukkan dalam ambulans yang telah menunggu di halaman Lanud Iskandar, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.

Dari satu per satu jenazah yang dibawa ke RS Sultan Imanuddin, Sarinah mengakui semakin hari semakin tercium bau yang menyengat di hidung. Cairan yang menetes pada Sabtu (3/1) dari kantong hitam itu berwarna kuning pekat. Sarinah memahami, hal itu terjadi seiring dengan bertambahnya hari dalam penemuan jenazah. Semakin lama ditemukan, hidung akan mencium bau yang semakin menyeruak.

Saat delapan jenazah tiba di RS Sultan Imanuddin, delapan ranjang telah berjejer rapi. Satu ranjang disiapkan untuk satu jenazah. Seragam oranye tim SAR menyita perhatian semua pengunjung rumah sakit. 

Semua mata tertuju pada aktivitas tersebut. Ketika tim SAR mendorongnya menuju kamar jenazah, tetesan-tetesan air dari kantong jenazah nampak berceceran di lantai. Setelah semua di kamar jenazah, saat itulah Sarinah beraksi membersihkan lantai.

Tugas utama Sarinah sebenarnya adalah sebagai petugas kebersihan taman rumah sakit. Namun, sejak adanya keputusan jenazah korban Air Asia dibawa RS tersebut, ia diperbantukan untuk membersihkan lantai dari ceceran air yang menetes dari kantong jenazah. Tapi dia tidak sendiri. Bersama lima rekannya ia diberi tugas yang sama.

Bayaran yang ia terima relatif tidak besar. Jika biasanya ia dibayar Rp 25 ribu per hari, kini ia bisa mengantongi dua kali lipatnya, Rp 50 ribu. Dengan upah yang tidak seberapa itu, Sarinah tetap bersyukur. 

Dia menjadi bagian kecil dari peristiwa besar kecelakaan udara itu. Ia menyumbangkan apa yang bisa dilakukan. Rasa empati terhadap korban lebih mengendalikan nuraninya dari sekedar bayaran.

"Saya hanya tidak tega melihatnya, kasihan," kata ibu yang anaknya masih berusia tiga tahun itu.

Setelah dibersihkan oleh Sarinah dan beberapa temannya, bau tak sedap di sekitar rumah sakit tak tercium lagi. Apa yang dilakukan Sarinah dengan kain pelnya itu setidaknya membantu pengunjung rumah sakit yang kurang nyaman dengan bau menyeruak itu menjadi hilang. Semua yang ada di sana kembali menjadi nyaman.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement