REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana Universitas Trisaksi Jakarta Abdul Fickar Hadjar mengemukakan, meski bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM), hukuman mati masih menjadi hukum positif dalam artian masih berlaku di Indonesia.
"Karenanya pemerintah sebagai penegak hukum, dalam hal ini kejaksaan harus tetap melaksanakan itu," katanya, Sabtu (27/12).
Fickar menilai MA harus melihat secara seksama apakah materi PK yang diajukan terpidana memiliki perubahan atau tidak.
"Harus dilihat sudah berapa kali PK. Kalau Isinya diiajukaan itu-itu saja, maka tidak ada alasan untuk menunda eksekusi. Tapi secara formal orang mengajukan upaya hukum maka harus dihormati. Walau MA menegaskan tidak menunda eksekusi, tapi harus diperhatikan juga," ucapnya.
Ia menambahkan, untuk mencegah agar PK tidak dijadikan alat oleh terpidana untuk mengulur pelaksanaan eksekusi, maka MA harus memiliki terobosan dengan mengeluarkan surat edaran MA (SEMA).
"MA yang punya otoritas harus mengeluarkan surat edaran. PK dengan materi sama yang berkali-kali diajukan bisa ditolak. Atas dasar itu, kejaksaan bisa melakukan ekseskusi. Harus ada ketentuan MA, misal, PK sampai tiga kali dengan materi itu-itu saja harus diltolak. Tidak bisa Kejaksan Agung memaksakan jika PK masih dilakukan," katanya.
Sementera itu, pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakir menyatakan Kejaksaan Agung tidak menyalahi aturan dengan mengundurkan pelaksanaan eksekusi terpidana mati yang tengah mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
"Hak terpidana harus diihargai, tidak boleh dinafikkan. Hak terpidana mengajukan PK sah-sah saja jika merasa ada bukti baru," katanya.
Ia menyatakan hak yuridis terpidana mati untuk mengajukan PK terlebih putusan MK No. 34/PUU-XI/2013 menyatakan PK dapat dilakukan lebih dari satu kali selama terdapat novum (bukti) baru.
Menurut Mudzakir, PK sekaligus berfungsi sebagai kontrol atau evaluasi dari kemungkinan terjadinya "human error" dalam putusan-putusan sebelumnya.
MA sebagai pihak yang memiliki otoritas wewenang harus segera memproses, sehingga kepastian hukum dapat diberikan.
"Tugas MA harus segera memroses apakah novum diajukan diterima. Kalau MA mempertimbangkan tidak membuat perkara bebas, maka eksekusi hukuman mati bisa lakukan. MA jangan menjual waktu. MA harus cepat memproses PK itu," ucapnya.