REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setidaknya ada dua unsur keterlibatan TNI terkait upaya pemberantasan dan penindakan terorisme, termasuk Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).
Selain upaya preventif berupa sosialisasi penyadaran radikalisme, TNI juga terus bersiap dan memiliki satuan-satuan khusus yang mampu menindak setiap aktivitas terorisme.
Dalam upaya preventif, Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko, menyebutkan, TNI selalu terus melaksanakan kegiatan pengamanan teritorial dan menghimpun data-data serta informasi intelijen. Selain itu, TNI juga terus membantu pemerintah untuk melaksanan program-program pencegahan penyebaran terorisme. Hal ini dilakukan agar masyarakat tidak terpengaruh dengan ajaran-ajaran yang menuju ke radikalisasi.
''Itu kenapa banyak prajurit-prajurit TNI ataupun pangdam datang ke beberapa tempat, sekolah, pesantren, atau perkumpulan-perkumpulan. Itu dilakukan dalam rangka sosialisasi,'' kata panglima TNI kepada wartawan.
Selain itu, TNI dari waktu ke waktu terus melakukan latihan dan persiapan prajuritnya, baik lewat satuan-satuan khusus atau prajurit yang tersebar di Batalyon, untuk bisa menindak aktivitas-aktivitas terorisme. Namun, Moeldoko menjelaskan, masih ada kriteria tertentu yang membuat TNI bisa turun tangan langsung dalam menindak aktivitas-aktivitas terorisme.
Aktivitas-aktivitas terorisme itu harus sudah masuk tingkat atau kategori high intensity. Nantinya Pemerintah akan membentu sebuah dewan keamanan, yang menilai apakah suatu tindakan terorisme sudah masuk high intensity atau belum. Kemudian dewan bentukan pemerintah itu akan menyarankan kepada Presiden soal tingkatan tindakan terorisme tersebut.
''Nanti berdasarkan saran itu, presiden yang menentukan, TNI yang akan menangani aksi terorisme itu. Maka TNI yang akan turun,'' lanjut Moeldoko.
Dirinya pun memberi contoh, kasus-kasus pembajakan pesawat ataupun kasus-kasus penyanderaan kapal-kapal berbendera Indonesia di wilayah asing sudah menjadi domain TNI.
''Selain itu penyanderaan WNI di tempat-tempat asing, TNI juga diproyeksikan untuk menangani masalah-masalah tersebut,'' ujar Moeldoko.
Terkait pola kerjasama dengan pihak kepolisian dalam menangani aksi teror yang telah mencapai high intensity, sudah ada sinergitas antara TNI dengan kepolisian. Jika penyelesaian aksi teror itu sepenuhnya diserahkan kepada TNI, maka secara taktik dan penyelesaian, hal itu akan dilakukan sepenuhnya oleh TNI.
"Tapi begitu prosedur administrasi dan prosedur penyelesaian hukum, itu dilakukan kepolisian," katanya.