Senin 22 Dec 2014 00:57 WIB

Tsunami Aceh Bangun Kesadaran Pentingnya Penanggulangan Bencana

Rep: Laeny Sulistyawati / Red: Bayu Hermawan
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho
Foto: Antara
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menilai bencana alam tsunami yang terjadi di Aceh tahun 2004 lalu menumbuhkan kesadaran nasional akan arti pentingnya penanggulangan bencana.

"Apalagi, setelah tsunami Aceh disusul Gempa Nias 2005, gempa Yogyakarta 2006, gempa Bengkulu 2007, banjir Jakarta 2007, dan lainnya,"" ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho kepada Republika, di Jakarta, Ahad (21/12).

Saat itu, dia melanjutkan, BNPB belum punya sistem nasional penanggulangan bencana saat itu. Penanggulangan Bencana hanya bersifat sementara (ad hoc).

"Untuk itu, atas inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyusun rancangan undang-undang (RUU) Penanggulangan Bencana. Akhirnya ditetapkan undang-undang (UU) No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan bencana yang kemudian disusul beberapa peraturan pemerintah," jelasya.

 

Ia menjelaskan, UU 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana tersebut mengatur bahwa pengurangan risiko bencana harus lebih penting dibandingkan responsif.

Kemudian, pemerintah wajib membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan pemerintah daerah (pemda) membentuk BNPB.

"BNPB dan BPBD memiliki fungsi sebagai koordinasi, komando dan pelaksana," katanya.

Menurut Sutopo hingga saat ini hampir semua provinsi sudah terbentuk BPBD Provinsi dan 420 BPBD kabupaten/kota. Artinya, provinsi atau daerah yang sudah memiliki BPBD sudah 87 persen.

Meski demikian, ia mengakui masih banyak keterbatasan tetapi BPBD berperan penting dalam penanggulangan bencana di daerahnya.

BNPB mengklaim, capaian Indonesia untuk penanggulangan bencana selama 10 tahun terakhir banyak diakui oleh dunia. Dari 14 negara yang terkena tsunami Aceh 2004, hanya Indonesia yang memiliki kemajuan yang signifikan.

"Semua point-point Hyogo Framework for Action yang diratifikasi 168 negara dilaksanakan Indonesia dengan baik," katanya.

Selain itu, pihaknya mengklaim tidak banyak negara-negara di dunia yang memiliki institusi seperti BNPB yang levelnya setingkat menteri dan dibawah langsung Presiden.

Tidak banyak negara yang punya UU penanggulangan bencana. Selain itu, Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI) terbaik se-Asia Pasifik.

"Jadi wajar jika PBB memberikan Global Champion for Disaster Risk Reduction karena prestasi Indonesia," katanya.

Untuk itu, dia melanjutkan, banyak negara yang berkunjung ke Indonesia untuk belajar penanggulangan bencana. Contohnya seperti Filipina, Malaysia, Myanmar, Thailand, Fiji, Vanuatu, PNG, negara-negara di Afrika, Asia Selatan dan lain-lain.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement