REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA—Struktur organisai Kepolisian RI (Polri) harus diefisiensi agar kualitas kerjanya meningkat tanpa menyedot anggaran gaji pegawai negara.
“Organisasi Polri dalam bahaya. Sebab jajaran tengahnya banyak yang ‘menganggur’,” ungkap Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane, Ahad (21/12).
Dari catatannya, Neta melihat jajaran Polri dengan pangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP), Komisaris Besar (Kombes), dan Brigjen banyak yang tidak jelas kerja dan fungsinya.
Di Jawa Barat saja, ujarnya ada 127 AKBP yang tidak jelas kerjanya. Sehingga, membengkaknya jajaran tengah Polri ini kerap membuat aksi lobi-lobi yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan posisi.
“Akibatnya, jajaran tengah Polri tidak pernah berkonsentrasi kerja secara penuh. Mereka sibuk
mempertahankan posisi dan lobi-lobi ketat untuk bisa mengikuti pendidikan maupun mendapatkan posisi strategis,” tegas Neta.
Sementara, beban kerja profesional ditumpukan seluruhnya ke jajaran bawah Polri yang
kemampuan profesionalismenya sangat terbatas. Kondisi inilah yang menurut Neta, kerap membuat publik mengeluhkan sikap, perilaku, dan kinerja kepolisian.
“Kondisi ini pula yang kerap membuat potensi ancaman dan konflik, termasuk konflik dengan TNI, tidak pernah terbaca secara cermat, untuk kemudian diantisipasi dengan maksimal,” tegasnya.
Maka, Neta menyarankan agar di tahun 2015, Polri perlu mengevaluasi kondisi organisasinya
secara cermat dan mengubah strategi rekrutmennya. Artinya, rekrut untuk Akpol dikurangi.
Jika selama ini setiap tahunnya direkrut 300 taruna Akpol, ke depan bisa dikurangi hingga 150 taruna. Sementara rekrut untuk perwira ditambah secara maksimal dan ditingkatkan kualitasnya
agar Polri bisa memberikan pelayanan prima kepada publik.