REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch (ICW), Febri Hendri, mengatakan pergantian kurikulum pendidikan merupakan peluang bagi tindak pidana korupsi. Itu terutama dalam pengadaan buku-buku baik untuk siswa maupun guru.
"Motif utamanya adalah anggaran. Itulah mengapa di Indonesia kurikulum sering diubah-ubah dalam waktu singkat, karena ada ladang untuk korupsi," kata Febri Hendri dihubungi Antara di Jakarta, Jumat.
Selain penggelembungan harga buku sebagaimana temuan ICW yang sudah dilaporkan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Febri juga menengarai adanya modus lain yaitu pengadaan buku yang tidak sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan
Febri mengatakan modus itu berpotensi dilakukan pada pengadaan buku 2014 yang sudah melibatkan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa (LKPP) dengan mekanisme e-katalog dan harga yang sudah dipatok berdasarkan spesifikasi tertentu.
"Modusnya, kebutuhan buku digelembungkan, sementara buku yang dicetak sesuai jumlah siswa di sekolah. Jadi, buku yang dicetak kurang dari yang diajukan. Kalau seperti itu, siapa yang akan mengecek? Tidak akan ada yang menghitung apakah buku yang dicetak sesuai pengajuan atau tidak," tuturnya.
Febri mengatakan dugaan modus korupsi itu juga sudah disampaikan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saat ICW melaporkan temuannya mengenai dugaan korupsi dalam pengadaan modul guru pengawas Kurikulum 2013 untuk Jawa Timur, Kalimantan Tengah dan Gorontalo yang dilaksanakan salah satu unit kerja kementerian di Malang.
Laporan temuan indikasi korupsi itu sudah dilaporkan ICW ke Kemdikbud dan diterima Inspektur Jenderal Haryono Umar pada Selasa (16/12).
"Yang ditemukan di Malang nilainya Rp 983 juta dengan potensi kerugian negara Rp 786 juta. Karena, tidak ada Rp 1 miliar, maka kami laporkan ke Kemdikbud untuk ditindaklanjuti, bukan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)," tuturnya.