REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Indonesia Institute for Development and Democracy (INDED) Arif Susanto mengingatkan Presiden Joko Widodo untuk tidak mengulangi langkah mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dengan menduduki jabatan ketua umum partai.
"Jika Jokowi menjadi Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), ia akan sulit membedakan kepentingan sebagai pejabat publik dan pejabat partai politik," kata Arif di Jakarta, Selasa (16/12).
Menurut dia, hal tersebut juga dihadapi oleh SBY ketika ia menjadi Ketua Umum Partai Demokrat.
"Dulu SBY mengalami konflik kepentingan ketika setiap minggu dia harus menyediakan waktu untuk rapat bersama partai meninggalkan tugas negara. Ia kerepotan prosedural," kata Arif.
Arif Susanto mengatakan banyaknya dukungan dari masyarakat maupun dari anggota partai politik sendiri bagi Jokowi untuk menjadi ketua umum PDIP tidak membuat Jokowi terlepas dari kesulitan tersebut.
Sebelumnya, Cyrus Network mengadakan sebuah survei untuk melihat dukungan masyarakat kepada Jokowi untuk menjadi ketua umum PDIP.
Berdasarkan hasil survei tatap muka yang dilakukan Cyrus Network pada 1-7 Desember 2014 terhadap 1.220 responden, yang tersebar di 122 desa dari 33 provinsi, dukungan terhadap Jokowi sebagai ketua umum lebih besar dibandingkan dukungan terhadap Megawati Soekarnoputri maupun Puan Maharani
Selain itu, Arif menekankan jika Jokowi menjadi ketua umum PDIP, hal tersebut akan menunjukkan bahwa Jokowi tidak konsisten.
"Saat pemilihan menteri, syarat menteri Jokowi dari partai adalah melepaskan jabatan di partai. Kalau sekarang dia menyandingkan jabatan ketua umum partai justru melenceng," katanya.