REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan terus mengembangkan penyelidikan terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). KPK akan memanggil siapapun untuk dimintai keterangan jika diperlukan, tak terkecuali mantan presiden Megawati Soekarnoputri.
"Saya ingin pastikan bahwa kita tidak ada kendala untuk memanggil Megawati, memangnya kenapa?" kata Ketua KPK Abraham Samad di gedung KPK. Meski demikian, Samad belum bisa memastikan terkait pemanggilan Megawati. "Saya harus bertanya dulu pada satgasnya."
Menurutnya, KPK akan berkonsentrasi untuk menyelesaikan kasus-kasus besar dalam sisa waktu kepemimpinan periode sekarang. Samad dkk akan mengakhiri masa jabatan sebagai komisioner KPK pada Desember tahun depan atau satu tahun lagi. Kasus-kasus besar seperti BLBI, Century akan menjadi fokus lembaga antikorupsi itu.
"Jadi kita berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan tunggakan-tunggakan itu," ujarnya.
Dia memastikan, dalam penanganan kasus di KPK, tidak ada yang disembunyikan atau bahkan dipetieskan. Pemeriksaan berlangsung transparan. Tidak ada diskriminasi terhadap siapapun terkait pihak-pihak yang diperlukan KPK untuk dimintai keterangan. Tidak ada seseorang yang harusnya diperiksa menjadi tidak diperiksa.
"Siapapun dia mau presiden mau wakil presiden, mantan presiden mantan wakil presiden, bagi KPK //no problem//," katanya.
Seperti diketahui, dalam mekanisme penerbitan SKL yang dikeluarkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berdasarkan Inpres Nomor 8 tahun 2002, selain mendapatkan masukan dari menteri negara BUMN, Megawati sebagai presiden juga mendapat masukan dari Menteri Keuangan saat itu, Boediono dan Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjorojakti.
Dalam kasus ini, KPK telah memeriksa mantan kepala BPPN I Putu Gede Ary Suta, menko perekonomian 2001-2004 Dorodjatun Kuntjorojakti, menteri keuangan dan koordinator perekonomian 2000-2001 Rizal Ramli, menteri keuangan 1998-1999 Bambang Subiyanto, menko perekonomian 1999-2000 dan kepala bappenas 2001-2004 Kwik Kian Gie, serta mantan menteri perindustrian Rini Soewandi.
Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan dana BLBI sebesar Rp144,5 triliun yang diberikan kepada 48 bank umum nasional, sebanyak Rp138,4 triliun dinyatakan merugikan negara. Sedangkan dalam audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap 42 bank penerima BLBI menemukan penyimpangan sebesar Rp54,5 triliun, sebanyak Rp53,4 triliun merupakan penyimpangan berindikasi korupsi dan tindak pidana perbankan.