REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia mengatakan penenggelaman kapal pencuri ikan di kawasan perairan Indonesia masih belum cukup untuk memberikan efek jera para pelaku. "Peledakan atau penenggelaman kapal tidak akan menimbulkan efek jera tanpa menjangkau pemilik kapal dgn denda sebesar-besarnya," kata Ketua Dewan Pembina KNTI M Riza Damanik di Jakarta, Kamis.
Riza memahami kapal perikanan ilegal bila ditemukan dua bukti yaitu tidak memiliki surat izin usaha dan surat izin penangkapan dengan asumsi sifatnya yang khusus, maka kapal itu boleh dibakar atau ditenggelamkan.
Namun, ujar dia, lebih baik bila penegakan proses hukum terus berlanjut dan bahkan dalam Undang-Undang Perikanan disebutkan bahwa pelaku pencurian ikan boleh didenda sampai sebesar Rp20 miliar.
Sebenarnya aturan hukum perikanan RI, lanjutnya, sama progresif dengan yang terdapat di negara lainnya seperti Australia.
Namun, ia mengingatkan bahwa dalam praktek hukumnya tidak pernah mendapatkan ancaman hukuman maksimal bahkan belum ada kasus pencurian ikan yang masuk ke pengadilan perikanan yang didenda maksimal yaitu sebesar Rp20 miliar. "Padahal upaya-upaya hukum kita bisa menjangkau ke sana. Saat ini yang kita hukum hanya operator kapalnya," katanya.
Berdasarkan UU No 45/2009 tentang Perikanan, "Kapal asing pencuri ikan boleh dibakar dan ditenggelamkan (Pasal 69). Bahkan membayar denda mencapai Rp20 miliar (Pasal 93)."
Riza juga mengingatkan bahwa dalam Nawa Cita atau visi misi pemerintahan Presiden Jokowi adalah "menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara".
Selain itu, ujar dia, instruksi Presiden Jokowi kepada aparat hukum untuk menenggelamkan kapal asing yang mencuri ikan di laut Indonesia membawa dua makna. "Paling tidak ada dua esensi, presiden ingin menyatakan ke dunia internasional bahwa kami tidak akan mentolerir kapal asing pencuri ikan masuk, sekaligus kepada aparat untuk meningkatkan profesionalisme," katanya.
Ia menegaskan, praktek pencurian ikan menimbulkan kerugian yang besar sekali, yaitu Indonesia diperkirakan mengalami potensi kerugian sebesar Rp1,3 triliun per tahun, sedangkan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) yang diterima hanya sekitar Rp300 miliar per tahun. "Akibat pencurian ikan ini juga ada pelanggaran HAM," katanya sambil menambahkan bahwa terdapat kerugian hak ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat.