Rabu 10 Dec 2014 12:05 WIB

KPK Periksa Politisi Demokrat dalam Kasus Annas Maamun

Rep: Mas Alamil Huda/ Red: Esthi Maharani
Pegiat antikorupsi melakukan aksi unjukrasa di depan Gedung KPK, Jakarta, Selasa (9/12).  (Republika/ Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Pegiat antikorupsi melakukan aksi unjukrasa di depan Gedung KPK, Jakarta, Selasa (9/12). (Republika/ Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa Direktur Utama PT Citra Hokiana Triutama, Edison Marudut Marsadauli. Edison diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan di Riau tahun 2014 kepada Kementerian Kehutanan dengan tersangka Annas Maamun (AM).

 

"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan di Riau tahun 2014 kepada Kemenhut dengan tersangka AM," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, Rabu (10/12).

 

Edinson diketahui juga menjabat sebagai Wakil Bendahara DPD Partai Demokrat Riau. Terkait kasus yang menjerat Annas Maamun, Edinson disebut-sebut sebagai orang yang‎ diduga mencairkan uang Rp 2 miliar kepada Annas untuk 'memuluskan' proyek.

 

Juru bicara KPK Johan Budi pernah mengatakan, bahwa Edinson merupakan saksi penting dalam kasus yang menjerat gubernur Riau nonaktif tersebut. PT Citra Hokiana Triutama juga tercatat pernah memenangkan lelang peningkatan Jalan Lubuk Jambi dengan nilai proyek Rp 4,7 miliar.

 

KPK menetapkan Annas sebagai tersangka setelah berhasil diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Kompleks Grand Cibubur, Jakarta Timur, Kamis (25/9). Annas disangka menerima suap senilai Rp 2 miliar dari Gulat Manurung berkaitan dengan proses alih fungsi hutan di Provinsi Riau.

 

Gulat memiliki perkebunan kelapa sawit seluas 140 hektare yang lahannya masuk kategori hutan tanaman industri (HTI). Suap itu diberikan sebagai jalan untuk mempermulus perubahan status menjadi lahan areal penggunaan lain (APL).

 

Barang bukti yang berhasil disita dalam OTT meliputi 156.000 dollar Singapura dan Rp 500 juta. Selain dugaan suap alih fungsi lahan, uang tersebut juga diduga merupakan bagian dari ijon proyek-proyek lainnya di Provinsi Riau.

 

Sebagai pihak penerima suap, Annas disangka melanggar Pasal 12 a atau Pasal 12 b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementar Gulat sebagai pihak pemberi dijerat pasal 5 ayat 1 a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement