Senin 08 Dec 2014 15:13 WIB

'Jangan Hanya Larang Dagang Rokok, Tutup Juga Pabriknya'

Rep: c92/ Red: Karta Raharja Ucu
Tingginya angka perokok di Indonesia sebabkan pola hidup sehat orang Indonesia paling buruk dibanding penduduk negara Asia lainnya.
Foto: Prayogi/Republika
Tingginya angka perokok di Indonesia sebabkan pola hidup sehat orang Indonesia paling buruk dibanding penduduk negara Asia lainnya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepulan asap rokok kretek diembuskan dari mulut Andriansyah. Penumpang bus antarkota Jakarta-Pemalang di Terminal Kalideres itu mengaku tidak tahu jika pada pekan depan Dinas Perhubungan DKI Jakarta melarang penjualan dan melarang iklan maupun spanduk rokok terpasang di dalam terminal.

Andriansyah kebingungan saat menanggapi larangan merokok di dalam terminal. Ia berpendapat, terminal adalah area terbuka sehingga orang terbiasa merokok di tempat tersebut. "Kalau nggak ngerokok nggak asyik," kata Andriansyah sembari merokok di ruang tunggu terminal, tepatnya di depan loket bus antarkota, Rabu (3/12).

Andriyansyah menganggap larangan berdagang rokok di terminal tidak akan banyak berdampak dalam mengurangi kegiatan merokok. Dia, misalnya, akan mencari cara untuk mendapatkan rokok di luar terminal apabila para pedagang dilarang berjualan di dalam.

Menurutnya, larangan merokok baru akan efektif jika pabrik-pabrik rokok ditutup. Sebab, warung dan para pengasong hanya menjual barang yang disediakan pabrik. Selama pabrik rokok masih beroperasi, warung-warung akan tetap berjualan rokok. Para perokok juga masih bisa mendapatkan rokok dengan mudah.

"Jangan pedagangnya saja yang dilarang, pabriknya juga ditutup. Tapi, rokok sendiri kan juga sumber pendapatan terbesar," kata dia.

Pria yang sudah rutin menggunakan angkutan umum antarkota tiga bulan sekali ini mengaku berusaha bersikap toleran kepada penumpang lain. Karena itu, ia mengaku merokok di luar angkutan dan tidak pernah merokok di dalam angkutan.

Andriyansyah mengaku sudah merokok sejak berusia 18 tahun. Kini, usianya hampir 26 tahun. Sehari ia mengaku menghabiskan sebungkus rokok.

Ia berpendapat, solusi terbaik adalah menyediakan ruang khusus merokok di terminal yang letaknya tak jauh dari ruang tunggu bus. Sebab, kalau dilarang sepenuhnya, banyak perokok tidak bisa mengikuti aturan ini dengan alasan sudah kecanduan.

Penumpang lain, Siti Maryam, mengaku sangat setuju jika Terminal Kalideres benar-benar menjadi kawasan bebas asap rokok. Sebab, ia merasa sering terganggu dengan penumpang lain yang merokok.

"Tahu sendiri kan di mikrolet gitu udah tempatnya sempit banget, panas, terus ada yang ngerokok. Nggak cuma sopir, kadang penumpang juga ngerokok," kata dia.

Kepala Terminal Dalam Kota Kalideres Frendy Manalu mengatakan, upaya ini hanya dapat efektif jika dilakukan bersama-sama oleh semua lapisan di terminal. Sebab, terminal adalah tempat umum yang digunakan bersama-sama. "Kalau tidak begitu, mungkin nggak efektif," kata Frendy saat ditemui di kantornya, Rabu.

Frendy mengatakan, pengelola terminal dalam kota sudah bertindak sebelum adanya sosialisasi. Tiga pekan lalu, kata dia, petugas menempelkan hampir 600 lembar stiker bertuliskan "Dilarang merokok di angkutan umum". Stiker tersebut ditempel di mikrolet, Kopaja, dan Metro Mini. "Pagi ini kalau ada yang merokok juga saya tegur," kata Frendy.

Menurut Frendy, respons pengemudi dan penumpang beragam. Ada yang mengikuti aturan dalam stiker tersebut, ada pula yang tak memedulikan. Ia mengakui upaya memberantas rokok di terminal bukan hal mudah. Petugas Dishub, menurutnya, masih ada yang merokok. Agar tidak menjadi contoh buruk bagi masyarakat sekitar, ia mengimbau agar petugas tidak merokok di luar ruangan. "Di dalam kan ada ruang terbuka untuk merokok," kata Frendy.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement