REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia mendukung langkah pemerintah untuk menghentikan pelaksanaan kurikulum 2013. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua MUI bidang Pendidikan, Anwar Abbas.
Ia mengatakan, pada kenyataannya sebagian besar guru serta sarana dan prasana penunjang pelaksanaan kurikulum 2013 belum siap.
Menurutnya, banyak guru yang mengeluh karena beratnya tugas guru dalam pelaksanaan kurikulum 2013 ini, ditambah lagi anak didik terlihat belum siap.
"Saya melihat guru-guru dengan kurikulum 2013 tampak bukan sibuk dengan mempersiapkan proses belajar mengajar yang baik tetapi sibuk dengan ketentuan yang mengharuskan mereka melakukan evaluasi," ujar Anwar Abbas kepada Republika, Senin (8/12).
Ia menjelaskan, dalam melakukan evaluasi ini, guru harus memperhatikan aspek-aspek yang ada. Misal, untuk guru bahasa Indonesia harus menilai 29 aspek dan guru agama harus menilai 25 aspek untuk bisa memberikan nilai kepada anak didiknya.
Jika ada seorang guru yang mengajar 10 kelas dengan masing-masing kelas berjumlah 40 anak maka itu artinya guru harus memberikan nilai terhadap 400 anak dan masing-masing anak harus memenuhi 25 atau 29 aspek yang ada. Sehingga guru harus membuat 10 ribu atau 11600 nilai untuk kemudian bisa membuat nilai rata-rata anak didiknya.
Sistem yang seperti ini menjadi pekerjaan yang berat bagi guru. "Saya yakin pasti guru tidak akan sanggup menilai untuk 25 atau 29 aspek dari setiap anak sehingga dalam prakteknya banyak guru yang akhirnyamembuat nilai tembak saja," katanya.
Ia menambahkan, Jika sistem ini terus dilaksanakan maka tidak sehat bagi dunia pendidikan di indonesia. Untuk itu, MUI menilai penghentian pelaksanaan kurikulum 2013 merupakan langkah yang tepat.