Senin 08 Dec 2014 10:00 WIB

Pengamat: Penenggelaman Kapal Hanya Drama Politik Jakarta

Kapal nelayan asal Thailand ditahan di dermaga Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pulau Setoko, Batam, Senin (3/11). (Antara/Joko Sulistyo)
Kapal nelayan asal Thailand ditahan di dermaga Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pulau Setoko, Batam, Senin (3/11). (Antara/Joko Sulistyo)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pusat Studi Sosial dan Politik (Puspol), Ubedillah Badrun, menyatakan rezim pemerintah berkuasa saat ini sesungguhnya absen di perairan Natuna. Trisakti hanya dijadikan slogan. “Penenggelaman kapal di perairan Anambas hanyalah dramaturgi politik Jakarta,” imbuhnY, kepada Republika, Senin (8/12).

Aktifis 98 ini menyarankan, jika mau berbicara Natuna maka datanglah ke Natuna. Temui nelayan tradisional. Rasakan derita mereka. Para nelayan disana tidak pernah mendapatkan bantuan motor pompong 3 GT yang sangat dibutuhkan, apalagi peralatan fishfinder, satelit navigasi, dan radio pantai.

Sementara mereka menghadapi kapal kapal besar Thailand, Vietnam, Cina, dan negara tetangga lainnya yang menggunakan pukat tarik gandeng (petrol) yang menghabiskan terumbu karang, bubu nelayan, tali rawai nelayan dan segala jenis biota laut. Ribuan nelayan Natuna terus mengalami penderitaan yang tak kunjung usai. Padahal merekalah pagar nusantara Republik ini.

Lalu dimana peran Jakarta? “Pusat pemerintahan negeri ini tetap absen. Pura - pura tegas terhadap beberapa kapal asing yang isinya dibawah 10 ton,” jelas Ubedillah. Padahal ,ada ratusan kapal asing yang daya tampungnya 50 ton ikan perkapal mencuri ikan di perairan Natuna.

Nelayan tradisional natuna adalah pagar nusantara republik ini yang sering melihat kapal kapal asing mencuri ikan di perairan natuna. Mereka tak berdaya karena peralatan yang terbatas dan informasi yang mereka laporkan juga tidak sepenuhnya direspon oleh pihak keamanan laut Republik ini.

Fakta fakta diatas dapat membenarkan analisis bahwa pemerintah tidak serius mengawasi perairan natuna yang berbatasan langsung dengan tujuh negara. “Berapa kerugian negara akibat ketidakseriusan pemerintah awasi natuna,” tanya Ubedillah.

Akibat longgarnya pengawasan ini sedikitnya ada dua juta ton ikan perbulan dicuri pihak asing, artinya ratusan triliun negara dirugikan. Pada saat yang sama dominasi Tiongkok di Natuna mulai menancapkan kakinya dengan membangun pabrik pengolahan ikan terbesar diujung utara republik ini meski ditolak nelayan tradisional pulau tiga Natuna.

Karena pengawasan perairan dan daratan di kepulauan natuna ini terkesan sangat longgar maka membenarkan dugaan ada mafia besar dan kuat di Perairan dan kepulauan Natuna yang dioperasikan dari Jakarta. “Jika pemerintah mau mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia maka porosnya ada di Natuna.Tetapi Indonesia tidak akan pernah menjadi poros maritim jika masalah natuna tak pernah serius dituntaskan,” imbuhnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement