REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar mengingatkan pemerintah untuk tidak mengakui Musyawarah Nasional (munas) IX yang diselenggarakan kubu Agung Laksono Cs di Ancol ilegal. Pasalnya munas itu menyalahi aturan organisasi yang terdapat dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (ad/art) Golkar.
"Tidak ada alasan Kemenkumham atau negara mengakui munas yang berlangsung di Ancol," kata Wakil Ketua Umum DPP Golkar, Ade Komaruddin dalam jumpa pers di Jakarta, Ahad (7/12).
Pemerintah harus berkomitmen menjunjung tinggi demokrasi. Jangan mengulangi kesalahan Orde Baru (Orba) yang menggunakan kekuasaan untuk mengintervensi partai politik. Sebab saat ini Indonesia sudah memiliki undang-undang yang mengatur partai politik. "Pemerintah tidak boleh campur tangan," ujarnya.
Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI ini mengapresiasi sikap Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo yang tidak menghadiri munas IX Ancol. Padahal sebelumnya Tjahjo sempat dikabarkan bakal menghadiri munas itu. Menurut Ade ini karena Tjahjo yang pernah menjadi sahabatnya di KNP memahami makna demokrasi.
"Tidak mungkin tokoh sekaliber Tjahjo Kumolo melakukan hal yang bertentangan dengan demokrasi," katanya.
Kendati begitu, Ade mengakui ada sejumlah pihak yang berupaya memecah belah internal Partai Golkar. Namun dia percaya sikap itu tidak mewakili pemerintah.
"Saya berterima kasih atas kebijaksanaan pemerintah," ujarnya.
DPP Partai Golkar akan segera melaporkan susunan kepengurusan hasim Munas IX Bali ke Kementerian Hukum dan Ham. Dia berharap pemerintah bisa mengakui hasil Munas IX Bali yang menetapkan Aburizal Bakrie sebagai ketua umum.
"Kami akan mendaftarkan ke kemenkumham jam delapan pagi," katanya.