REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra beberapa kali berkicau di akun twitternya. Tak jarang, kicauan itu menyarankan bahkan mengkritik pemerintahan Joko Widodo.
Akibatnya, nitizen banyak bereaksi. Ada yang mendukung, tapi ada pula mencibir. Hingga akhirnya, Yusril pun angkat suara mengenai hal tersebut.
Pada Ahad (30/11), ia berkicau dan meminta agar saran dan masukannya kepada pemerintahan Jokowi-JK tidak diartikan macam-macam, apalagi berujung salah paham.
"Jangan salah paham terhadap saran dan masukan saya kepada Pemerintah Jokowi," tulisnya.
"Jangan terlalu berprasangka buruk atas saran yg saya sampaikan kpd Pemerintah Jokowi"
Ia menegaskan saran dan masukan yang diberikan kepada pemerintahan Jokowi-JK berdasarkan ilmu, pengalaman, dan integritas. Yusril pun menyebut pernah menjadi bagian dari lingkaran presiden.
"Setidaknya saya pernah menjadi penulis pidato atau speechwriter tiga Presiden RI, Suharto, Habibie dan SBY," tulis Yusril.
Yusril pun mengatakan tidak bermaksud menggurui atau sok tahu. Tetapi pengalaman dan kesempatan pernah berada di lingkaran tiga presiden pendahulu yang mendorongnya untuk melakukan itu.
"Sy tdk bermaksud menggurui atau sok tahu, namun pengalaman dan kesemptan spt itu agak jarang dimiliki orang lain. Maaf sy mengatakan ini"
Pada Jumat (27/11) menjadi salah satu kicauan Yusril terhadap pemerintahan Jokowi. Ia meminta agar Presiden Jokowi memberikan perintah kepada Kapolri untuk menghentikan tindakan berlebihan saat menangani pendemo.
"Presiden harus memberikan perintah kepada Kapolri untuk menghentikan tindakan berlebihan dalam menangani demo mahasiswa"
Reaksi nitizen pun bervariasi. Misalnya @agungrifan yang meminta Yusril tak asal bunyi.
"orang tawuran kok dibilang demo. matinya karena kena lemparan batu. jangan asbun prof,"
Yusril pun sempat merespon
"Aku rapopo hehe @Sofyan_Thebilly: @Yusrilihza_Mhd sy search mention anda, ngeri2 sedap baca bully-an mereka gara2 kultwitt anda prof. Haha"