REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas mengatakan, permintaan Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) kepada Presiden Jokowi tidak masuk akal. Pemanggilan kepala daerah yang harus menunggu pengawasan internal pemerintah dinilai hanya akan membuat proses hukum berbelit-belit.
Menurutnya, dari sudut kepentingan penyelidikan dan penyidikan, hal itu justru akan memperlambat proses hukum yang berjalan terhadap yang bersangkutan. Permintaan itu juga berpotensi besar bagi seseorang untuk menghilangkan bukti-bukti.
"Jadi tidak ada alasan yang reasonable (masuk akal), tidak ada argumen yang logis," katanya di Jakarta, Rabu (26/11).
Menurutnya, pernyataan itu terkesan tidak jernih, tidak tegas dan tidak jelas. Busyro curiga, hal itu diungkapkan sengaja untuk membuat opini yang justru mendelegitimasi proses-proses penegakan hukum itu sendiri dengan mengambil momentum pertemuan dengan presiden.
Busyro meminta Presiden Jokowi menolak usulan APPSI. Menurutnya, pemerintah bisa disebut efektif jika sistem birokrasinya tidak berbelit-belit. Pernyataan yang disampaikan APPSI dalam pertemuan dengan Presiden justru menegaskan cara berpikir yang melingkar-lingkar. Oleh karena itu, dia meminta Presiden Jokowi untuk konsisten dalam hal ini.
"Sebaiknya presiden Jokowi konsisten saja, karena itu membuat mata rantai birokrasi tidak efisien," katanya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi sepakat dengan APPSI. Penegak hukum yang ingin memanggil kepala daerah harus menunggu proses pengawasan internal pemerintah selesai. Menurutnya, ada tahapan yang harus dilalui sebelum penegak hukum memanggil kepala daerah untuk diperiksa. Tahapan tersebut termasuk pemeriksaan oleh Badan Pengawas Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, dan Aparat Pengawas Internal Pemerintah.