REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Indonesia Public Institute Karyono Wibowo mengatakan surat Sekretaris Kabinet mengenai instruksi Presiden Joko Widodo kepada menteri Kabinet Kerja untuk tidak rapat dengan DPR sebelum permasalahan di parlemen selesai bisa mementahkan upaya rekonsiliasi.
"Kebijakan tersebut bisa membuyarkan upaya rekonsiliasi antara Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang sudah semakin mengerucut dengan beberapa kesepakatan," kata Karyono Wibowo dihubungi di Jakarta, Rabu (26/11).
Karyono mengatakan adanya beberapa kesepakatan antara KMP-KIH seperti revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) merupakan sebuah perkembangan baik. Karena itu, dia menilai adanya surat berisi larangan menteri untuk rapat dengan DPR sebagai langkah yang kurang taktis.
"Justru timbul pertanyaan, ada apa di balik keluarnya surat itu? Adakah pihak yang mendorong Presiden untuk membuat keputusan seperti itu, atau memang murni dari Presiden? Kekuatan politik dan dasar hukum apa yang bisa digunakan sebagai dasar untuk mendukung kebijakan pemerintah tanpa DPR?" tuturnya.
Menurut Karyono, sejumlah pertanyaan tersebut patut dikemukakan karena langkah-langkah kontroversial yang diambil pemerintah bisa menjerumuskan Presiden Jokowi. Pasalnya, dari realitas politik, dukungan di parlemen tidak cukup kuat.
Karyono menilai KIH sudah mulai menunjukkan keretakan terkait kebijakan penaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan pemilihan jaksa agung. Bila pemerintah gagal mengendalikan inflasi sebagai dampak dari kenaikan harga BBM, maka akan timbul kekecewaan rakyat yang bisa dimanfaatkan lawan politik.
"Karenanya, saya berharap di dalam pemerintahan Jokowi tidak ada yang berperan sebagai 'Sengkuni' yang menjalankan agenda politik terselubung yang bisa membahayakan pemerintahan Jokowi," katanya.