Senin 24 Nov 2014 15:17 WIB

Batan Manfaatkan Teknologi Iradiasi untuk Awetkan Makanan

Makanan kaleng. Ilustrasi
Foto: everybodyeatsnews.com
Makanan kaleng. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,KUTA, BALI -- Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) memanfaatkan teknologi iradiasi yang digunakan dalam proses pengawetan makanan dan beberapa komoditas pangan tanpa mengubah kualitas dan tidak ada efek samping.

"Ini merupakan teknologi yang lebih bagus karena tidak ditambah bahan kimia. Dengan iradiasi menggunakan skala tertentu terhadap makanan tidak mengurangi rasa dan tahan lama," kata Kepala Batan Prof Dr Djarot Sulistiyo Wisnubroto usai membuka seminar internasional terkait teknologi iradiasi di Kuta, Kabupaten Badung, Senin (24/11).

Menurut dia, iradiasi dilaksanakan dengan menggunakan sebuah alat bernama iradiator yang mengeluarkan sinar radiasi dan diarahkan kepada makanan sehingga membunuh mikrooganisme yang bisa membuat busuk buah atau makanan siap saji.

Dia menjelaskan bahwa sudah ada lebih dari 100 jenis makanan, buah dan komoditas lainnya yang telah menggunakan teknologi tersebut.

Produk tersebut di antaranya makanan rendang yang bisa tahan lama hingga satu setengah tahun dan pepes ikan yang tahan hingga satu tahun.

Sedangkan buah seperti mangga dan apel serta produk herbal juga telah diaplikasikan teknologi nuklir itu dengan membunuh mikroorganisme atau serangga yang terkandung di dalamnya sehingga menghambat proses pembusukan dan menjadi tahan lama hingga dua minggu.

Dia menjelaskan bahwa teknologi nuklir iradiasi tersebut memiliki keunggulan sehingga memiliki posisi tawar yang tinggi khususnya untuk mempersiapkan makanan yang tetap higienis tanpa mengubah kualitas produk.

Dengan iradiasi pula, makanan aman dikonsumsi terutama untuk beberapa konsumen tertentu seperti pasien dengan daya imun yang rendah atau masyarakat di daerah terisolasi akibat bencana alam. Meski tergolong penemuan baru, namun Djarot menjelaskan bahwa teknologi iradiasi tersebut merupakan teknologi lama yang telah berlangsung sejak 30 tahun lalu.

Untuk peralatan iradiator, kata dia, di Indonesia baru ada dua instansi yang memiliki peralatan tersebut yakni satu perusahaan asing di Tanah Air dan iradiator milik Batan yang merupakan bukan alat komersial.

Diharapkan pemerintah dapat mengaplikasikan teknologi tersebut karena berguna untuk kondisi tertentu seperti bagi pasien HIV dan korban bencana. Satu alat iradiator tersebut, lanjut dia, dibandrol sekitar Rp 70 miliar hingga Rp 80 miliar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement