REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Human Right Watch Andreas Harsono mengatakan UU Penodaan Agama bertolak belakang dengan UUD 1945. UU ini dinilainya tak dapat melindungi kepentingan warga penganut minoritas yang cukup banyak di Indonesia.
Andreas mendukung desakan dari Amnesty International kepada Presiden Joko Widodo untuk mencabut UU penodaan agama. “UU Penodaan agama itu melanggar UUD 45, ia harus dicabut,” kata Anderas kepada Republika Online (ROL), Jumat (21/11).
Anderas menyebut desakan dari Amnesty International ini bukanlah hal yang baru. Pada 2009 lalu UU ini sudah coba digugat oleh sejumlah pihak ke Mahkamah Konstitusi (MK). Di antaranya adalah mantan Presiden Abdurrahman Wahid, tokoh Muhammadiyah Dawam Raharjo, serta beberapa cendikiawan Muslim lainnya. Namun upaya ini ditolak oleh MK.
Bila UU ini dicabut, Andreas optimis kehidupan berbangsa di Indonesia akan menjadi lebih maju. Sebab, suatu bangsa dianggap maju bila telah dapat melindungi kepentingan warga serta kelompok yang paling kecil di seluruh negeri.
Saat ini dengan adanya UU penodaan agama, menurut Andreas, negara telah gagal melindungi warganya. Sebab, UU beragama berimplikasi kepada kekerasan terhadap pemeluk agama minoritas ataupun penganut aliran kepercayaan. “Apa gunanya negara kalau tidak bisa melindungi warganya.”