REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sepulang dari kunjungan kerja ke sejumlah tempat, seperti Berau, Pontianak, dan Natuna, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menggelar konferensi pers. Salah satu yang dibahas dalam konferensi pers ini adalah hasil pantauan KKP dengan alat VMS (Vessel Monitoring System) serta Radar-SAT yang berhasil menangkap adanya indikasi praktik bongkar muat kapal (Transhipment) di tengah laut.
Dalam hasil citra radar, diketahui dalam satu kerumunan kapal, terdapat satu kapal dengan panjang 150 meter dikelilingi oleh beberapa kapal dengan panjang 20 hingga 50 meter. "Data ini mengindikasikan adanya bongkar muat. Itu kapal yang besar yang nampung ikan-ikan hasil curian. Kapal-kapal yang kecil yang nyetor ikannya," ujar Menteri Susi.
Data tersebut diambil di perairan Laut China Selatan berdekatan dengan Kepulauan Natuna yang masuk dalam wilayah teritori Indonesia. Melihat ini, Menteri Susi langsung geram. Dengan nada tinggi, Susi meminta kepada media yang hadir untuk menyebarluaskan hal ini. "Mereka pikir kita tidak tahu? Mereka pikir kita hanya tahu yang VMS saja. Tolong publish ini. Biar mereka tahu kalau kita bisa melihat apa yang terjadi di laut. Kapalnya ukurannya, kita tahu," lanjut Susi masih dengan nada tinggi.
Susi melanjutkan, kendala yang selama ini dirasakan olehnya adalah permalahan armada untuk mengontrol kapal-kapal pencuri ikan. "Persoalannya kita tidak bisa catch the all," jelasnya.
Untuk itu, Menteri Susi mengaku setuju dengan pendapat Presiden Jokowi tentang kebiajkan untuk membakar dan menenggelamkan kapal di tengah laut. "Kalau perintah Presiden bilang gitu ya, kita mesti laksanakan," lanjut. Menurut Susi, dengan menenggelamkan maka akan memberikan efek jera bagi pencuri ikan. "Dan itu undang-undangnya ada," jelasnya.