REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Administrasi pertnahan di Indonesia terbilang masih belum rapi, tak terkecuali di Provinsi Jawa Timur (Jatim). Di region paling timur di Pulau Jawa itu, dari 15,7 juta hak atas tanah, baru 6,282 juta atau 40 persen yang memiliki sertifikat.
Data tersebut disampaikan Gubernur Jatim Soekarwo ketika menerima kunjungan Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan di Surabaya, Selasa (18/11). Padahal, menurut Soekarwo, selain tertib administrasi, sertifikasi tanah juga menguntungkan secara ekonomis. “Tanah mempunyai nilai ekonomis yang diagunkan di bank,” jelasnya.
Kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang, Soekarwo menyampaikan, untuk menyelesaikan target kepemilikan sertifikat, dibutuhkan banyak juru ukur. Untuk itu, melalui Menteri Agraria dan Tata Ruang, Soekarwo mengusulkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) bekerjasama dengan fakultas tekhnik ITS untuk penyediaan juru ukur.
Sementara soal biaya administrasi, Soekarwo menawarkan solusi, bahwa masyarakat yang hendak mengajukan permohonan sertifikasi dibiayai dari bunga rendah Bank Tani. “Jadi pembiayaannya tidak diambil dari APBD tetapi dari kredit yang diterima masyarakat pemohon sertifikat,” kata dia.
Masukan Gubernur Jatim soal penyediaan juru ukur itu disepakati Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan. Ferry setuju untuk merekrut tenaga juru ukur paruh waktu dari Fakultas tekhnik Sipil ITS.
“Saya setuju dengan usulan Gubernur Jatim yang mengusulkan ada kerjasama antara BPN dan Fakultas tekhnik ITS dalam merekrut tenaga ahli ukur tanah dalam proses percepatan penerbitan sertifikasi,” ujar Ferry.
Pada kesempatan tersebut, Menteri Agraria dan Tata Ruang bersama Gubernur Jatim, Kepala Kanwil BPN Jatim Muhtar SH MM dan Walikota Surabaya Tri Rismaharini menyerahkan secara simbolis 35 sertifikat untuk 38 kabupaten kota se Jatim.