REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sejumlah sopir angkutan umum di Kabupaten Bandung mengaku masih kebingungan menaikkan tarif ongkos, karena belum ada kepastian dari pemerintah. Sementara jika menaikan ongkos begitu saja, tidak jarang mereka harus adu mulut dengan penumpang.
Seperti dikatakan Ade Sutisna (45), salah seorang sopir angkutan umum jurusan Banjaran- Soreang, Selasa (18/11). Menurutnya, meski harga BBM (Bahan Bakar Minyak) sudah naik, para sopir belum berani menaikan ongkos karena pemerintah belum memberikan instruksi mengenai hal tersebut.
Di satu sisi para sopir harus menanggung kerugian karena mereka perlu menutup biaya pembelian bahan bakar kendaraannya. "Kita serba salah juga. Mau dinaikan belum ada angka resminya dari pemerintah tapi kalau tidak dinaikan, bensin sudah naik," katanya.
Menurut Ade, meski demikian ongkos angkutan umum akan ada kenaikan. Kenaikan pun diperkirakan sekitar Rp 1000. "Seperti kenaikan BBM lalu, kenaikan ongkos Rp 1000," katanya.
Sementara salah seorang sopir angkutan umum jurusan Soreang-Ciwidey, Teten (39) mengaku, kenaikan harga BBM sangat dirasakan dampaknya oleh para sopir angkum karena biaya untuk bahan bakar menjadi membengkak.
Menurut Teten, rata-rata kebutuhan bensin 20-25 liter/hari. Padahal para supir belum menaikan ongkos karena belum ada kepastian dari pemerintah.
"Bisa dihitung berapa kami harus mengeluarkan biaya tambahan untuk bahan bakar, sementara tarif belum naik," ujarnya.
Untuk mengirit bahan bakar, lanjut Teten, dia dan para sopir lainnya sekarang memilih menunggu penumpang di terminal. "Kalau biasanya kita jarang ngetem diterminal. Sekarang ngetem saja soalnya sambil ngirit bahan bakar," jelasnya.