REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Persoalan ekonomi menjadi alasan kuat di balik eksodusnya warga Indonesia di perbatasan. Anggota Komisi I DPR Sukamta mengatakan hal ini bisa dilihat dari harga-harga barang pokok di Sebatik yang terjadi kesenjangan tinggi antara produk Indonesia dan Malaysia.
Menurut Sukamta, ada kesenjangan harga antara Sebatik dan Tawau (Malysia). Bayangkan saja, kata Sukamta, harga gas elpiji ukuran 12 kg mencapai Rp 250 ribu per tabung di Sebatik, sedangkan harga gas elpiji 14 kg dari Malaysia hanya Rp 80 ribu.
"Padahal dari sisi ukuran jauh lebih besar produk elpiji Malaysia tetapi harganya lebih murah," kata Sukamta dalam penjelasannya di Jakarta, Ahad (16/11).
Transaksi jual beli elpiji ini juga dilakukan dengan tidak mempedulikan asal kewarganegaraan. Orang yang tidak punya Mykad (KTP Malaysia) bisa beli gas Malaysia dan ke luar masuk Tawau dengan bebas.
Gaji menjadi tentara Kerajaan Malaysia juga lima kali lebih besar dari pada gaji menjadi tentara di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka tidak heran jika banyak Warga Negara Indonesia yang menyeberang menjadi warga Malaysia.