REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA – Sampai saat ini material sisa erupsi Merapi 2010 masih sekitar 40 juta meter kubik yang sewaktu-waktu longsor.
Hal itu dikemukakan Kepala Seksi Gunung Merapi , Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta Agus Budi Santosa usai Rakor Kesipsiagaan bencana bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah DIY, Jum’at (14/11).
Agus mengungkapkan kini material sisa erupsi Merapi sudah lebih padat. Komponen abu yang menyebabkan material mudah longsor juga sudah banyak berkurang.
‘’Dari pengalaman sebelumnya, meskipun hujan dengan intensitas 40 mm perjam selama satu jam lebih tidak meruntuhkan material tersebut menjadi banjir lahar hujan’’ungkap dia.
Karena itu untuk memantau risiko banjir lahar dingin BPPTKG Yogyakarta telah menyiagakan 44 stasiun pemantauan risiko banjir lahar hujan yang terdiri dari: 18 stasiun pemantau curah hujan, 14 stasiun CCTV serta
12 stasiun seismik khusus lahar hujan. Stasiun di Labuhan, Gunung ijo dan Pasar Bubar akan dipasang secepatnya. Selain itu, pihaknya juga akan memasang alat pemantau deformasi di Puncak Merapi.
Selain banjir lahar hujan, hujan berpotensi memunculkan letusan freatik Merapi seperti yang terjadi tahun lalu. Meskipun, letusan jenis ini tak hanya dipicu hujan saja, bisa juga karena keberadaan air lainnya di sekitar Merapi.
Letusan freatik ialah embusan gas Merapi yang disebabkan adanya pertemuan air hujan yang merembes ke perut Merapi dan berinteraksi dengan magma panas. Akibatnya, ada embusan gas berkekuatan tinggi ke angkasa seperti yang pernah terjadi 22 Juli 2013.