Kamis 13 Nov 2014 23:05 WIB

Soal Pelabuhan Cilamaya, Pengamat: Dahulukan Kepentingan Nasional

Rep: EH Ismail/ Red: Agung Sasongko
Pelabuhan (illustrasi)
Foto: Arabiansupplychain.com/ca
Pelabuhan (illustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembangunan Pelabuhan Cilamaya di Karawang, Jawa Barat masih memerlukan kajian mendalam. Terlebih, pembangunan tersebut akan mengganggu produksi minyak dan gas (migas) di Blok Offshore North West Java (ONWJ) milik Pertamina.

Demikian diungkap Sri Adiningsih, Guru Besar Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), Yogyakarta, kepada wartawan, Kamis (13/11). "Makanya, itu harus ada studi analisis, kalau ada banyak minyak dan gas, berapa cadangannya, bagaimana keuntungan dan kerugiannya," tegasnya.

Sri menambahkan keputusan untuk membangun atau tidak, itu harus didasarkan pada kepentingan nasional Indonesia. Jangan kemudian pertimbangan utamanya adalah kepentingan negara Jepang. "Jangan seperti itu," tandasnya.

Sebelumnya, Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Yasuaki Tanizaki, menemui Menteri Perindustrian Saleh Husin, untuk meminta agar pemerintah mempercepat pembangunan Pelabuhan Cilamaya.

Bahkan, lobi serupa dilakukan oleh PM Jepang kepada presiden Jokowi. Alasan percepatan, menurut pihak Jepang, untuk mempercepat keluar masuknya arus barang dari kawasan industri ke pelabuhan

Untuk itu, Sri mengingatkan, Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) selaku presiden dan wapres RI tidak boleh tunduk pada desakan Jepang. Jangan sampai hanya menguntungkan bagi Jepang, yakni demi mempermudah pengapalan hasil industri otomotifnya yang berada di wilayah tersebut.

Sebaliknya, kata Sri, pemerintah Jokowi-JK mengutamakan kepentingan Indonesia, terlebih sektor migas merupakan salah satu sektor vital. "Menurut saya, kepentingan Indonesia yang harus diutamakan," ujarnya.

Makanya, pertimbangan dan kajiannya harus benar-benar komprehensif agar tidak merugikan Indonesia. Dengan demikian, tidak boleh hanya mempertimbangkan aspek ekonomi semata, tetapi juga ketahanan energi.

"Makanya itu harus dievaluasi semuanya. Semua harus ada angka dan datanya, berapa lama cadangan migasnya, berapa kerugian-keuntungan, RTRW, dan sebagainya. Itu tidak bisa langsung mudah ditentukan menguntungkan atau tidak dan langsung bangun pelabuhan. Evaluasi lagi, apapun yang dilakukan harus utamakan kentingan Indonesia," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement