Kamis 13 Nov 2014 15:03 WIB

Pengamat: Jokowi Harus Akhiri BBM Murah

Rep: c81/ Red: Bilal Ramadhan
Petugas mengisi BBM di salah satu SPBU di Jakarta,
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Petugas mengisi BBM di salah satu SPBU di Jakarta,

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Lembaga riset ekonomi, Katadata mengungkapkan, bahwa pemerintahan baru yang dipimpin Jokowi-JK, harus segera menyusun rencana yang jelas untuk mengurangi subsidi BBM.  Menurutnya, rencana tetsebut penting untuk mengakhiri BBM murah.

Menurut riset Katadata, ada beberapa alasan mengapa pemerintah perlu mengakhiri kebijakan BBM Murah. Salah satunya karena Indonesia merupakan negara yang paling boros mensubsidi energi di Asia.

"Subsidi energi sebesar tiga persen terhadap PDB (Produk Domestik Bruto), Indonesia menjadi negara yang boros subsidi," kata Direktur Katadata, Ade Wahyudi, Kamis (13/11).

Bahkan, lanjut Ade, saat ini, pemberian subsidi di Indonesia terbesar ketiga di Asia. Indonesia Hanya dikalahkan oleh Pakistan dan Bangladesh. Selain itu, BBM yang murah menyebabkan konsumsi dan impor minyak melonjak. Sehingga, menimbulkan defisit perdagangan migas dan defisit neraca pembayaran.

"Nah defisit neraca ini juga yang menjadi salah satu penyebab nilai tukar rupiah terpukul," katanya.

Dan yang menjadi alasan kenapa harus segera mengakhir BBM murah adalah, karena lebih dari 50 persen subsidi BBM dinikmati oleh pengguna mobil pribadi. Artinya, subsidi BBM tidak tepat sasaran. "Bahkan, kendaraan transportasi umum yang seharusnya  menjadi penggerk tranportasi, hanya menikmati 4 persen dari total subsidi BBM Rp 210 triliun pada 2013," katanya.

Bahkan saat ini, banyak negara yang biasa mengeksport minyak, sudah mulai meninggalkan subsidi BBM, seperti Venezuela dan Arab Saudi. Bahkan Iran yang merupakan negara dengan cadangan minyak terbesar ketiga didunia, sudah mulai menaika BBM secara bertahap hingga sesuai pasar.

Saat ini, lanjut Ade, Indonesia hanya mempunyai cadangan minyak yang tersisa hanya 3,7 miliar barel pada 2013. Artinya, Indonesia bukan lagi negara yang kaya akan minyak. "Sejak 2003 Indonesia sudah menjadi negara net importir minyak, karena produksi menurun tapi konsumsi melonjak," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement