REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Pakar hukum tata negara Universitas Islam Sultan Agung, Rahmat Bowo menyarankan agar Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengeluarkan surat edaran mengatasi polemik kolom agama di KTP.
"Pemerintah harus segera memutuskan agar masyarakat tidak bingung soal polemik kolom agama. Orang yang mengurus kartu tanda penduduk (KTP) setiap hari kan banyak sekali," katanya, Selasa (11/11).
Menurutnya pemerintah harus segera memperjelas diperbolehkan atau tidaknya kolom agama dalam KTP dikosongi melalui regulasi, bisa dengan peraturan pemerintah, peraturan presiden, atau cukup dengan surat edaran.
Ia menjelaskan edaran dikeluarkan oleh menteri yang membidangi persoalan tersebut, dan dalam konteks administrasi kependudukan berkaitan kolom agama di KTP tentunya adalah Menteri Dalam Negeri.
"Tidak perlu menunggu revisi undang-undang karena membutuhkan waktu lama. Dalam keadaan mendesak, menteri bisa mengeluarkan surat edaran untuk memperjelas tafsir UU," kata pengajar Fakultas Hukum Unissula itu.
Kalau pemerintah tidak kunjung memperjelas tafsir atas UU Nomor 24/2013 tentang Administrasi Kependudukan, kata dia, aparat pemerintah yang menjadi pelaksana di lapangan juga kebingungan menyikapi.
"Kalau ada masyarakat mempersoalkan kolom agama, petugas di lapangan juga tidak bisa mengambil keputusan. Makanya, Mendagri sebaiknya segera mengeluarkan surat edaran yang dijadikan pedoman," jelasnya.
Rahmat juga mengatakan pemerintah bisa memikirkan untuk merevisi UU Administrasi Kependudukan agar regulasi pelaksanaan di lapangan lebih berkekuatan hukum pasti jika memang dirasa perlu direvisi.
Ia menilai rencana pemerintah untuk mengosongi kolom agama di KTP bagi pemeluk di luar enam agama yang diakui memang tidak menyalahi perundang-undangan, tetapi harus memikirkan matang dampak-dampaknya.
"Pendapat saya, kolom agama di KTP jangan sampai dikosongi. Penganut kepercayaan semestinya bisa menuliskan nama aliran kepercayaannya, sepanjang aliran itu tidak dinyatakan sebagai aliran sesat," katanya.
Oleh karena itu, kata Rahmat, SE Mendagri juga harus mencantumkan secara lengkap nama aliran-aliran kepercayaan yang diperbolehkan hidup di Indonesia sehingga penganutnya boleh menuliskannya di KTP.