REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi Oang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengatakan, Presiden Joko Widodo harus membenahi institusi polisi. Menurut Kontras, sikap polisi terhadap masyarakat tidak mencerminkan keamanan dan mengayomi.
Kordinator Kontras Haris Azwar menegaskan, polisi saat ini seolah menjadi institusi yang menyeramkan, khususnya bagi orang dengan ekonomi rendah.
"Sekarang banyak orang tidak ingin berurusan dengan polisi karena mereka takut dan tidak mau ribet," katanya dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta Selasa (4/11).
Padahal, kata Haris, tugas Polri yang tertera pada Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Polri mencakup tiga dasar, yaitu melakukan penegakan hukum, pelayanan publik, dan menjaga ketertiban . "Tiga tugas ini jadi menarik karena kalau di lapangan polisi sering melakukan penegakan hukum tapi juga memunculkan rasa ketidakamanan," ungkapnya.
Menurutnya, banyak masyarakat yang berurusan dengan polisi tetapi malah makin suram. "Problem polisi di lapangan kurang baik itu berasa saat di polres dan polsek. Karena jika sudah ditingkat polda dan mabes cenderung lebih baik berkomunikasi," kata Haris.
Haris mencontohkan diskriminasi di kepolisian dengan membandingkan kasus perjudian yang pasti ditindak dan bahkan akan ada yang ditembak jika berusaha kabur. Tapi, tidak dilaksanakan pada kasus kecelakaan yang melibatkan anak Ketua Partai Amanat Nasional (PAN) Hatta Radjasa.
Bahkan, menurutnya, anaknya Hatta tidak dijerat hukum sedikit pun, dan dia bisa kembali melanjutkan sekolahnya di luar negeri. "Jadi ada dikriminasi pada kelas rendah yang secara sisi ekonomi kurang dan tidak punya keberanian menantang proses hukum. Itu hanya akan jadi bantal pukul-pukulan polisi saja," katanya.
Apalagi, lanjut Haris, jika kasus diambil oleh polda, masalah akan lebih rumit. "Jika tidak mempunyai backingan setingkat polda atau tidak punya uang sogokan besar, lupakan saja untuk diurusi dengan layak," katanya.