Selasa 04 Nov 2014 22:53 WIB

Soal Pimpinan Komisi DPR, Judicial Review Jadi Jalan Keluar?

Rep: c01/ Red: Mansyur Faqih
Refly Harun
Foto: Republika/ Wihdan
Refly Harun

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara Refly Harun menilai sistem paket yang menjadi mekanisme pemilihan pimpinan komisi dan alat kelengkapan dewan (AKD) di DPR tidak mencerminkan demokrasi. Meski pun, sistem itu sesuai dengan UU MD3.

Menurutnya, selain tidak mencerminkan demokrasi, pemilihan pimpinan komisi dan AKD melalui sistem paket ini juga dinilai menjadi salah satu penyebab kekisruhan yang terjadi di DPR. 

Karena beberapa polemik itu, Refly menilai, perlu dilakukan judicial review untuk mencari jalan keluar. "Terutama untuk undang-undang yang terkait dengan pemilihan pejabat-pejabat publik," jelas Refly, Selasa (4/11).

Refly menambahkan, tidak seperti presiden yang menerima mandat tunggal dari rakyat, mandat yang diterima DPR bersifat majemuk. Tiap-tiap anggota memiliki mandat untuk mewakili daerah pemilihannya masing-masing. 

Karenanya, tidak boleh DPR mewakili satu aliran saja. Baik di tingkat pimpinan mau pun komisi dan AKD. Pimpinan di DPR, lanjut Refly, harus bisa mewakili semua pihak. "Harus bisa menjadi fasilitator yang baik," ujar Refly.

Pendiri Setara Institute Benny Susetyo (Romo Benny) menyatakan, jika keadaan di DPR dibiarkan begitu saja, maka akan rentan dengan politik transaksional. Sistem paket pun dianggap rentan dengan politik kepentingan. "Politik itu selalu bersayap," terangnya.

Karenanya, kata dia, ia berharap peran serta masyarakat dalam menyuarakan aspirasinya terkait kisruh di DPR. Antara lain terkait pemilihan pimpinan komisi dan AKD yang menggunakan sistem paket.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement