REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, pemekaran wilayah Papua tetap diperlukan. Jika saat ini muncul penolakan dari daerah, menurutnya bisa didiskusikan kembali antara pusat dan daerah.
"Semua ada pembicaraan, semua ada evaluasi. Memekarkan itu kan ada banyak aspek yang harus diperhatikan," kata Tjahjo di kantor Kemendagri, Jakarta, Selasa (4/11).
Pemekaran daerah, menurut Tjahjo tidak hanya menyangkut aspek politik dalam negeri. Tetapi juga memperhatikan aspek politik luar negeri, kedudukan daerah tersebut sebagai bagian dari negara kesatuan Republik Indonesia, aspek pembagian wilayah, sumber daya alam, dan aspek ekonomi.
Untuk daerah di Papua, dia melanjutkan, banyak sekali pihak yang berkepentingaan. Khususnya di daerah-daerah tertentu seperti Timika atau Papua bagian tengah.
Presiden Joko Widodo disebut Tjahjo telah menginstruksikan agar memaksimalkan otonomi khusus untuk Papua. Namun, pemerintah juga menimbang aspek politik luar negeri di Papua.
"Pak presiden arahannya jelas, otsus tetap dijalankan. Tapi kan kepentingan luar negeri cukup besar, ya perlu bertahaplah," ujar politisi senior PDIP tersebut.
Gubernur Papua Lukas Enembe mengatakan, pemerintahan pusat harus mempertimbangkan banyak hal sebelum memutuskan menambah provinsi baru. Optimalisasi Otsus menurutnya lebih tepat ketimbang penambahan daerah baru.
Selain itu, penambahan provinsi baru menurutnya juga harus memperhatikan kebutuhan dan aspirasi masyarakat lokal. Secara kelembagaan ada DPR Papua dan lembaga perwakilan masyarakat Papua. Dengan begitu, pemekaran daerah tepat sasaran. Tidak hanya dinikmati oleh kelompok elit saja.
"Jangan seperti otsus, hanya transit saja, selanjutnya itu keluar. Jadi tidak akan menjawab permasalahan di Papua," kata dia.