REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Penyelnggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menyatakan kesiapanya menjalankan program Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang diluncurkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) hari ini, Senin (11/3).
"Masalah kepesertaan dan anggaran KIS sudah disinkronkan pemerintah. Jadi, insya Allah tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan," ujar PR Senior Manager BPJS Kesehatan, Irfan Humaidi, saat dihubungi Republika, Senin (3/11).
Ia menuturkan, jumlah peserta KIS nantinya bakal mencapai 88,1 jiwa. Angka tersebut mencakup 86,4 juta warga PBI (penerima bantuan iuran) yang sebelumnya dikelola oleh BPJS Kesehatan lewat program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), ditambah dengan 1,7 juta warga PMKS (penyandang masalah kesejahteraan sosial).
Irfan menjelaskan, sebelumnya peserta program JKN yang dikelola oleh BPJS Kesehatan hanya ada dua macam, yaitu PBI dan non-PBI. PBI adalah masyarakat miskin atau tidak mampu yang dana jaminan kesehatannya ditanggung oleh pemerintah.
Sementara, non-PBI adalah peserta JKN yang berasal dari masyarakat golongan mampu. Berbeda dengan PBI, dana jamkes non-PBI dibayar oleh masing-masing peserta atau pihak pemberi kerja. "Besaran iuran jamkes non-PBI ditetapkan sebanyak 4 persen gaji yang diterima karyawan dari perusahaan tempat mereka bekerja," kata Irfan.
Menurut catatan, dana yang dianggarkan pemerintah untuk PBI pada 2014 sebesar Rp 20 triliun. Dana tersebut sudah dialokasikan dalam pos Kementerian Kesehatan semasa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Dengan begitu, peserta KIS ini mencakup 86,4 juta PBI plus 1,7 juta warga PMKS yang sebelumnya tidak ter-cover oleh JKN. Total keseluruhannya ada 88,1 juta jiwa," jelas Irfan.
Mengenai tambahan dana KIS untuk PMKS, kata Irfan lagi, nantinya akan diambil dari dana bantuan sosial (bansos) Kemensos.