Senin 03 Nov 2014 13:59 WIB

Gerindra Bantah Penambahan Jumlah Komisi untuk Jatah KIH

Rep: Muhammad Akbar Wijaya/ Red: Esthi Maharani
Gedung MPR-DPR RI
Foto: Republika
Gedung MPR-DPR RI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Edhy Prabowo setuju dengan wacana penambahan jumlah komisi di DPR. Menurutnya sejumlah komisi di DPR memiliki mitra kerja yang telampau banyak. Sehingga tidak fokus menjalankan pengawasan.

"Pemekaran (komisi) setuju," kata Edhy kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (3/11).

Edhy yang sekarang menjadi Ketua Komisi IV DPR menceritakan pengalamannya saat menjadi anggota Komisi VI DPR periode 2009-2014. Dia mengatakan kerja Komisi VI terlalu berat. Ini karena Komisi VI harus harus mengawasi ratusan perusahaan yang ada di Kementerian BUMN.

Edhy mengusulkan agar kerja pengawasan BUMN oleh Komisi VI dipecah dengan komisi lain. Dengan begitu fokus pengawasan terhadap aset negara lebih efektif dan terkontrol.

"Satu Kementerian BUMN punya 143 perusahaan. Anak perusahaannnya berapa? belum cucunya. Aset dari Rp 2200 triliun sampai Rp 3600 triliun bentuknya apa sampai sekarang kita belum tau," papar Edhy.

Edhy membantah penambahan jumlah komisi untuk menampung anggota fraksi di Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang belum mendapat posisi pimpinan. Menurutnya usul pemekaran sudah lama dibahas namun dihentikan lantaran ada penolakan.

"Kalau soal akomodir (KIH) sudah ada pertemuan kok, tp kan tidak berujung, yang ini minta sekian, itu mau sekian," katanya.

Mitra kerja yang lebih sedikit akan membuat kerja pengawasan komisi lebih fokus. Namun Edhy mengingatkan agar penambahan jumlah komisi benar-benar memenuhi kajian strategis dan sesuai aturan undang-undang.

Sebelumnya Koalisi Merah Putih (KMP) telah menyapu bersih seluruh posisi pimpinan di komisi maupun akd di DPR. Gara-gara hal ini, KIH tidak kebagian jatah dan mengajukan mosi tidak percaya terhadap lima pimpinan DPR: Setya Novanto Cs.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement