REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat intelijen, Susaningtyas Nefo H Kertopati atau Nuning, berharap Kepala Badan Inteligen Negara (BIN) adalah orang yang mampu mengelola ranah "senyap" dan tidak "ember".
"Seorang Kepala BIN harus memiliki kedalaman ilmu dalam mengelola ranah 'senyap' ini karena pelaporan kirka (perkiraan keadaan) tak bisa disampaikan ke end user dalam derajat masih kira-kira dan belum melampaui siklus intelijen yang benar," kata Nuning di Jakarta, Ahad (2/11)
Terlebih dari segalanya, kata Nuning, Kepala BIN juga bukan yang mulutnya "ember" alias berkata sembarangan. "Yang bersangkutan harus memiliki juga kepiawaian diplomasi, kelola data, tidak subyektif orientasinya apalagi cenderung mencari untung untuk dirinya dengan menjatuhkan orang lain," kata dia.
Kepala BIN bukan hanya memiliki pengetahuan yang mumpuni dalam giat intelijen. Sesuai dengan kata intelligence artinya kecerdasan, maka Kepala BIN harus cerdas dan punya integritas. "Hal itu penting, karena Intelijen adalah hulu dari pengambilan keputusan sehingga harus dikelola oleh orang yang memiliki kecerdasan baik lahir maupun batin, Intelligence Quotient (IQ), Emotional Intelligence (EQ), dan lain sebagainya," kata dia.
Menurutnya, Kepala BIN bisa berasal dari kalangan profesional (mantan TNI/Polri/akademisi) atau partai politik. Asal orangnya profesional dan memiliki pengetahuan intelijen mumpuni yang menguasai deteksi aksi dan deteksi dini berlapis bagi negara ini.
"Orang parpol, kalau mumpuni, ya bagus saja sebagai Kepala BIN. Tapi kalau kesehariaannya kita bisa lihat yang bersangkutan tidak punya integritas dan bicaranya asal bunyi atau senang menjatuhkan orang lain tanpa bertanggung jawab, ya ... jangan dipakai orang parpol itu," ungkap Nuning.