REPUBLIKA.CO.ID, PANGANDARAN -- Setelah sukses dalam bisnis ekspor ikan, Susi baru benar-benar terjun ke bisnis penerbangan pada tahun 2004. ''Saat itu, sedang terjadi bencana tsunami di Aceh,'' jelas Menteri Susi Pudjiastuti.
Pada saat bencana itu terjadi, Susi dengan dua pesawatnya terlibat langsung dalam usaha kemanusiaan. Saat itu, satu pesawatnya ikut membantu mobilitas para relawan dan droping pangan pulang pergi dari Aceh ke Medan. ''Semuanya gratis. Saat itu, saya mengalokasikan dana
Rp 400 juta untuk membantu droping makanan dan mobilitas relawan,'' jelasnya.
Namun setelah dua pekan pesawat itu beroperasi, dana Rp 400 juta yang dialokasikan untuk misi kemanusiaan di Aceh tersebut habis. Saat pesawatnya akan ditarik pulang, para relawan dari kalangan LSM yang ada di Aceh dan Medan, merasa keberatan dan minta pesawat Susi tetap
membantu mereka. Bahkan mereka juga bersedia membayar biaya kebutuhan BBM dan pilot pesawat. ''Dari situlah saya kemudian memulai bisnis penerbangan,'' katanya.
Usai membantu kegiatan relawan Aceh, Susi kemudian menambah armada pesawatnya menjadi lima unit pesawat kecil jenis Cessna Caravan C 208 B and 1 Diamond Twin Star DA 42 tahun 2002. Pesawat itu, beroperasi di bawah bendera PT ASI Pudjiastuti Aviation dengan nama Susi Air.
Awalnya, Susi hanya mengoperasikan pesawat itu untuk angkutan cargo dan carter antar daerah. Belum melayani penerbangan untuk penumpang dengan sistem tiketing.
Namun seiring dengan perkembangan waktu, bisnis penerbangan Susi Air makin melebar ke berbagai daerah. Saat ini, Susi memiliki 47 unit pesawat yang keseluruhannya merupakan jenis pesawat kecil, mulai dari jenis Cessna C208B Grand Caravan, Piaggio P180 Avanti, dan Pilatus
PC-6 Porter.
Dengan armada penerbangan sebanyak ini, dalam satu hari pesawat-pesawat Susi air memiliki jadwal penerbangan hingga 200 penerbangan per hari. Jumlah ini, menempatkan Susi Air pada posisi ketiga setelah Garuda Indonesia dan Lion Air dalam hal jumlah jadwal penerbangan.
(bersambung....)