Jumat 31 Oct 2014 14:33 WIB

Saat PPP Bali Jadi Penentu Eksistensi Partai

Rep: Ahmad Baraas/ Red: Winda Destiana Putri
PPP
PPP

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR - DPW PPP Bali menyatakan tunduk dan mendukung sepenuhnya hasil Muktamar VIII PPP di Jakarta yang digelar sebagai keputusan Mahkamah Partai.

Lebih dari itu kata Wakil Ketua DPW PPP Bali, Fauzi Hasan Hajri, pihaknya akan berjuang secara maksimal untuk melaksanakan putusan-putusan itu.

"Bagi kami, tidak ada tawar menawar lagi, melainkan hanya tunduk pada Mahkamah Partai," kata Fauzi.

Hal itu dikatakan Fauzi di sela-sela mengikuti Muktamar PPP di Jakarta. Bali kata Fauzi, sejak awal tidak mengakui dan juga tidak menghadiri pelaksanaan muktamar di luar yang diputus oleh Mahkamah Partai.

Dalam pelaksanaan muktamar di Jakarta, sembila DPC PPP dan utusan DPW PPP Bali ikut hadir. Fauzi mengatakan, tidak boleh ada yang menakut-nakuti DPC dan DPW PPP untuk menghadiri muktamar yang sah dan konstitusional. Karena itu katanya, DPW dan DPC juga tidak boleh ada yang takut dengan ancaman-ancaman itu.

"Kalau harus tunduk dengan kepengurusan yang ada campur tangan pihak luar, itu namanya PPP tidak mandiri lagi. Kalau kenyataannya demikian, kami di Bal lebih memilih untuk membekukan atau membubarkan diri," kata Fauzi.

Sikap keras DPW PPP Bali, agar PPP berada di jalan yang benar, bukannya tanpa alasan. Hal itu disebabkan DPW PPP Bali punya andil yang besar pula, dalam meloloskan PPP menjadi peserta Pemilu pada 2014 lalu. DPW PPP Bali menjadi penentu eksistensi Partai Berlambang Kakbah menjelang Pemilu 2014 lalu.

"Kalau kami dengan segenap DPC tidak bekerja keras untuk bisa lolos dalam verifikasi, pastilah PPP sudah bubar," kata Sekretaris DPW PPP Bali, Subagio.

Saat itu, untuk bisa menjadi peserta pemilu, seluruh partai harus diverifikasi ulang. Menjelang tenggat waktu yang ditetapkan UU, PPP baru punya 16 DPW yang lolos verifikasi dan harus ada satu DPW lagi untuk memenuhi ketentuan Pasal 3 huruf D UU nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.

Dalam UU itu disebutkan bahwa pendaftaran partai di tingkat pusat harus memiliki 60 persen kepengurusan di tingkat propinsi dari total propinsi yang ada d Indonsia. Sedangkan untuk kepengurusan di tingkat wilayah harus punya sekurangnya 50 persen dari jumlah kota/kabupaten yang ada di setiap propinsi.

Menurut Subagio, saat itu kepengurusan DPW PPP baru ada di 15 propinsi, kurang satu DPW untuk mencapai angka 60 persen. Sedangkan DPW PPP Bali yang diandalkan DPP untuk bisa menutupi satu DPW lagi, terkendala dengan jumlah kepengurusan DPC PPP di kabupaten. Ketika itu kenang Bagio, Bali baru punya empat pengurus DPC yang lolos verifikasi dari sembilan kabupaten, sehingga harus menambah satu kepengurusan DPC lagi.

"Ketika itu kami berkejar-kejaran dengan batas akhir waktu pendaftaran partai, jadi kami harus bekerja keras menutupi kekurangan itu. Sehari menjelasng batas akhir pendaftaran, persyaratan bisa kami penuhi," kata Bagio.

Karena itu sebut Subagio, dia merasa sangat kecewa dengan ulah sejumlah personalia DPP PPP yang memaksakan kehendaknya  melaksanakan muktamar di luar keputusan yang ditetapan oleh Mahkamah Partai.

"Penyelesaian konflik partai politik, harus diselesaikan dalam mahkamah partai dan atau di Pengadilan Negeri. Mengapa harus ada yang menyalip di tikungan, seperti sopir mengejar target setoran. Selain tidak terpuji, melanggar konstitusi partai, juga melanggar hukum dan perundang-undangan yang berlaku," kata Bagio.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement