REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden RI Joko Widodo diminta untuk mengevaluasi kepemimpinan Polri. Pernyataan ini muncul terkait kasus penangkapan MA yang melakukan penghinaan terhadap Jokowi pada masa kampanye.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menyatakan kepada Republika melalui siaran pers, Jokowi harap segera mungkin membenahi Polri. “Termasuk mengganti kapolri,” ungkapnya pada Kamis (30/10).
Menurutnya, tindakan Polri terkait kasus tukang satai MA (24) bersifat diskriminatif. Pada kasus MA, Polri bergerak cepat dalam menangani kasus penghinaan yang dilakukan pembantu tukang sate itu.
Sementara itu, terhadap kasus Tabloid Obor Rakyat, sampai saat ini Polri belum mampu menuntaskannya. Menurutnya, kasus Obor rakyat lebih berat dibandingkan dengan kasus MA.
“Karena mereka telah menyebarkan isu SARA, memecah belah umat, menyudutkan Jokowi, dan menyebar kebencian,” ungkap Neta.
Neta menjelaskan, Jokowi, sebagai pihak yang membawa Revolusi Mental diharapkan untuk tidak membiarkan elit-elit Polri mempermainkan hukum. Terkait kasus ini, Polri juga telah bertindak diskriminatif.
Untuk itu, Jokowi diminta menanggapi masalah ini. “Karena Jokowi memiliki tanggungjawab untuk memerangi diskriminatif,” tegas Neta.
Ketidakmampuan polri menangkap dua orang tersangka kasus Obor rakyat, salam pandangan Neta, Polri telah mempermalukan instansi mereka sendiri. Neta juga menyatakan, elit-elit Polri sudah memperburuk citra institusinya di hadapan khalayak luas.
Untuk itu, Neta meminta kepada Jokowi agar turun tangan dan memerintahkan Polri untuk menuntaskan kasus Obor rakyat. “Dengan cara memeriksa semua pihak yang terlibat, terutama pihak yang membiayai tabloid itu,” paparnya.