Jumat 31 Oct 2014 07:30 WIB

Gelombang Tinggi Landa Perairan, Nelayan Tradisional Gigit Jari

Gelombang tinggi
Foto: treehugger.com
Gelombang tinggi

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU – Gelombang tinggi melanda perairan Indramayu dan Cirebon dalam dua pekan terakhir. Kondisi itupun membuat ribuan nelayan tradisional di kedua daerah tersebut sulit untuk melaut.

"Dalam dua pekan terakhir, ketinggian gelombang mencapai sekitar tiga meter," ujar Ketua Serikat Nelayan Tradisional (SNT), Kajidin, kepada Republika, Kamis (30/10).

Kajidin mengatakan, ketinggian gelombang tersebut dapat mengancam keselamatan para nelayan. Pasalnya, kapal kecil milik mereka bisa terbalik karena tak kuat menahan gelombang setinggi itu.

Menurut Kajidin, para nelayan akhirnya lebih memilih untuk tidak melaut. Jikapun ada yang nekad melaut karena terdesak kebutuhan ekonomi, mereka hanya dapat melaut di pinggir perairan dengan hasil tangkapan yang sedikit.

"Itupun curi-curi waktu, saat lihat cuaca cerah, mereka berangkat. Tapi saat baru sebentar di perairan, gelombang tinggi tiba-tiba datang hingga mereka terpaksa balik lagi," tutur Kajidin.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, lanjut Kajidin, para nelayan tradisional terpaksa berhutang kepada juragan kapal maupun pemilik warung. Menurutnya, hutang itu akan mereka bayar setelah kembali melaut.

Namun, ada juga nelayan yang banting setir jadi tukang odong-odong atau tukang becak. Tak hanya itu, mereka juga menggantungkan hidup dari penghasilan istrinya yang berjualan.

Seorang nelayan asal Desa Singaraja, Kecamatan Indramayu, Khaerudin, mengaku lebih memilih mengisi waktunya untuk memperbaiki jaring daripada melaut. Pasalnya, gelombang setinggi tiga meter di perairan dapat membuat perahunya terbalik.

"Daripada bahaya, lebih baik tidak melaut dulu," kata Khaerudin.

Terpisah, Ketua Kelompok Keselamatan Pelayaran Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas III Indramayu, Koko Sudeswara, mengungkapkan, angin musim barat saat ini memang mulai mempengaruhi perairan Laut Jawa. Para nelayan, terutama yang menggunakan perahu kecil, diminta mewaspadai gelombang tinggi akibat tiupan angin tersebut.

"Angin musim barat biasanya bertiup  mulai Oktober sampai Maret," ujar Koko.

Namun, kata Koko, saat ini masih dalam tahap musim peralihan, dari musim kemarau ke musim hujan. Karenanya, kondisi cuaca di laut terkadang menjadi tidak menentu.

Koko menyebutkan, kecepatan angin saat ini berada di kisaran 15-25 knot per jam di siang hari. Adapun pada malam hari, kecepatan angin bisa  meningkat antara 20-35 knot per jam.

"Kecepatan angin biasanya meningkat saat menjelang sore sampai malam hari," kata Koko.

Menurut Koko, gelombang laut pada musim angin barat bisa mencapai ketinggian antara dua sampai tiga meter. Kondisi tersebut, harus diwaspadai nelayan yang memakai perahu kurang dari 30 GT.

Selain di Kabupaten Indramayu, kondisi serupa juga dialami para nelayan tradisional di Kabupaten Cirebon. Akibat angin kencang yang menyebabkan gelombang tinggi di laut, para nelayan di daerah tersebut juga sulit melaut.

"Kebanyakan nelayan jadi menganggur. Ada juga yang mencari sampingan dengan menjadi tukang becak," kata Ketua Koperasi Perikanan Laut (KPL) Sendi Jaya Desa Karangreja, Kecamatan Suranenggala, Kabupaten Cirebon, Naji Tahir.

Naji menjelaskan, kebanyakan nelayan di wilayahnya memiliki perahu tradisional berbobot 2-3 GT. Menurutnya, perahu ukuran tersebut tak kuat jika harus menghadapi gelombang dengan ketinggian tiga meter hingga lebih.

Menurut Naji, kondisi tersebut akhirnya berimbas pada produksi perikanan yang menurun. Dia menyebutkan, dalam kondisi normal, lelang ikan di tempat pelelangan ikan di desanya bisa mencapai satu ton per hari. Namun saat ini, paling banyak hanya sekitar dua sampai tiga kuintal.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement