Kamis 30 Oct 2014 17:16 WIB

Ini Opsi Solusi Perppu Pilkada dari DPR

Rep: Agus Raharjo/ Red: Mansyur Faqih
Mustafa Kamal
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Mustafa Kamal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi II DPR sudah yang baru saja terbentuk kemarin, Rabu (29/10) langsung tancap gas untuk bekerja. Komisi yang diketuai Rambe Kamarul Zaman itu akan menjadikan Perppu Nomor 1/2014 tentang Pilkada sebagai prioritas yang akan dibahas. 

Wakil ketua komisi II, Mustafa Kamal mengatakan, pembahasan Perppu Pilkada sudah diusulkan pada pimpinan komisi untuk dibahas. Percepatan pembahasan Perpu Pilkada itu agar kemendagri dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat segera melaksanakan tugasnya. 

Ada dua skenario yang akan terjadi pada perppu yang ditanda tangani Presiden Susilo Bambang Yudoyono tersebut. Pertama perppu itu diterima dan tetap dilanjutkan. 

Kedua, perppu tersebut ditolak. Pada opsi kedua, akan muncul dua solusi. Yaitu kembali menggunakan UU Nomor 2/2014 atau membuat undang-undang yang baru.

"Jika mengarah pada kompromi, peluang terbesarnya akan ada undang-undang baru tentang pilkada," kata Mustafa kepada Republika, Kamis (30/10).

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menambahkan, solusi ini membuat tidak ada pihak yang akan dominan untuk memertahankan sikapnya. Apakah pilkada akan tetap secara langsung atau melalui DPRD. 

Komisi II pun akan memanggil pihak terkait untuk diminta masukan. Yaitu akademisi, kemendagri dan KPU. 

Saat ini, kata Mustafa, Indonesia sedang dilanda euforia pilkada langsung. Sementara pilkada melalui DPRD dianggap tidak demokratis. Padahal, secara akal sehat pemilihan melalui DPRD juga bagian dari demokrasi.

Bahkan, pilkada langsung justru menimbulkan efek lebih buruk dibanding melalui DPRD. Paling kentara adalah ongkos politik yang semakin besar. 

Selain itu, pilkada langsung juga lebih memiliki resisten yang besar pada konflik horizontal. Lalu, kohesi nasional juga melemah dengan adanya kecenderungan nepotisme, kesukuan, dan dinasti.

Terlebih, kondisi keuangan negara saat ini ibarat lebih besar pasak daripada tiang. Penyebabnya, pengeluaran saat pilkada langsung lebih besar.

"Secara sosial politik, pilkada langsung juga lebih berdampak buruk pada masyarakat," tambah Mustafa.

Saat ini fraksi PKS sedang memelajari opsi mana yang akan diambil. Apakah menyetujui perppu yang dikeluarkan oleh SBY waktu itu atau menolak dengan opsi membuat undang-undang yang baru terkait pilkada. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement