Kamis 30 Oct 2014 17:11 WIB

Korban 'TrioMacan' Kemungkinan Bertambah

Akun Twitter milik Trio Macan alias @TM2000Back.
Foto: Republika
Akun Twitter milik Trio Macan alias @TM2000Back.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus tertangkapnya Edi Saputra, yang disebut-sebut sebagai salah satu admin akun Twitter, @TrioMacan2000, terus bergulir. Polisi berjanji, bakal proaktif untuk merespon setiap aduan serupa. Karena itu, bila ada yang merasa jadi korban, diminta segera melapor ke kepolisian.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Boy Rafli Amar, mememinta masyarakat yang merasa jadi korban 'TrioMacan' untuk melapor ke polisi, bila memang dirugikan.

Dia memastikan, aparat akan secepatnya menindaklanjuti aduan yang masuk. Boy juga mengungkapkan, kemungkinan ada pelapor lain dalam kasus serupa selain dari korban pihak Telkom. "Ya benar (ada korban lain) namun belum buat laporan resmi, diharapkan yg merasa dirugikan untuk buat laporan," kata Boy di Jakarta, Kamis (30/10).

Sebelumnya, Edi Saputra yang diduga pengelola akun @TrioMacan2000, ditangkap penyidik Subdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya di Kawasan Tebet, Jakarta, saat hendak menerima uang Rp 50 juta dari perwakilan pejabat PT Telkom yang diperasnya.

Kicauan TrioMacan sendiri selama pemilu lalu tak hanya membuat risih tokoh politik tetapi juga korporasi. Misalnya, tudingan tentang latar belakang orang tua Presiden Jokowi terlibat partal terlarang, indikasi korupsi yang dilakukan Menteri BUMN Dahlan Iskan, dan tudingan praktik korupsi di Garuda Indonesia.

Dekan Fakultas Komunikasi Universitas Tarumanegara, Eko Harry Susanto menyayangkan, bila benar akun Twitter dipakai jadi alat pemerasan. Apalagi akun anonim yang tak menjelaskan dengan terus terang siapa pengelolanya.

Mestinya, akun anonim seperti akun @TrioMacan2000 atau akun serupa lainnya, bila memang punya informasi penting tentang sebuah kasus sebaiknya laporkan saja ke penegak hukum. "Tentu saja kalau info penting tentang sebuah kasus itu dipakai jadi modus pemerasan itu tidak dibenarkan," kata Eko.

Menurut Eko, teknologi komunikasi yang dipakai untuk hal yang tidak benar, harus dilawan. Bahkan, mesti ditindak tegas, bila itu digunakan untuk alat kejahatan. Bisa dikatakan itu modus baru untuk mendapatkan keuntungan materi, dengan cara 'mengintimidasi' korban yang diincarnya dengan informasi yang disebarkan via internet. Sehingga korban kemudian dipaksa 'berdamai' dengan barter sejumlah uang.

"Bisa saja dengan berbagai dalih, admin akun itu akan menyebarkan pesan-pesan negatif ke masyarakat tentang seseorang dengan tujuan mengganggu kredibilitasnya. Sehingga, korban mau memberikan uang, "katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement