REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ketua Umum PP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Beni Pramula menyatakan pihaknya tidak mempersoalkan tidak masuknya perwakilan ormas kemasyarakatan dan keagamaan itu dalam Kabinet Kerja Joko Widodo-Jusuf Kalla.
"Muhammadiyah sudah terbiasa bekerja tanpa ada di pemerintahan. Kami tidak gila jabatan, yang penting bisa mengabdikan diri kepada masyarakat," ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.
Muhammadiyah, sambung dia, bisa berdiri sendiri membangun bangsa dan negara. "Kami tidak masalah, jika perwakilan Muhammadiyah tidak ada yang menjadi menteri," jelas dia.
Kondisi tersebut berbeda dengan perwakilan ormas Nadhatul Ulama (NU) yang memiliki enam kader NU dalam Kabinet Kerja Jokowi-JK, yakni Marwan Jafar (Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi).
Selain itu, Imam Nahrawi (Menteri Pemuda dan Olahraga), Hanif Dakhiri (Menaker), Mohammad Nasir (Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi), Lukman Hakim Saifuddin (Menteri Agama), dan Khofifah Indar Parawansa (Menteri Sosial).
Muhammadiyah dan NU merupakan dua ormas Islam terbesar di Tanah Air.
Sebelumnya, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Buya Syafii Maarif, mengatakan pihaknya sudah mengusulkan beberapa kader terbaiknya kepada Presiden Joko Widodo.
"Sudahlah, kita sudah maksimal. Tidak usah dipersoalkan. Politik memang penuh pertarungan," kata Buya.
Pada era pemerintahan sebelumnya, kader Muhammadiyah merupakan langganan menteri pendidikan dan menteri kesehatan, namun tradisi itu berubah sejak era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono.