Senin 27 Oct 2014 05:22 WIB
Kabinet Kerja

Pengamat: Kabinet Kerja Presiden Jokowi Meragukan

Presiden Jokowi ketika mengumumkan kabinet.
Foto: Twitter
Presiden Jokowi ketika mengumumkan kabinet.

REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Publik menanggapi susunan Kabinet Kerja Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla secara beragam. Tidak sedikit yang memberikan penilai kurang puas dengan susunan kabinet tersebut.

Pengamat ekonomi, Wahyu Ario Pratomo menilai susunan Kabinet Kerja Pemerintahan meragukan.

"Dilihat sementara dan berdiskusi dengan para ekonom, para menteri yang diangkat tidak ada yang prestasinya membanggakan selama ini bahkan ada yang dinilai tidak tepat seperti untuk pejabat Bappenas yang diambil dari berlatar belakang pendidikan bukan ekonomi," katanya, Ahad (26/10) malam.

Menurutnya padahal untuk jabatan kepala Bappenas sejak dulu selalu dipilih dari kalangan ekonom. Selain itu, adanya 15 orang menteri yang berasal dari Parpol semakin membuat kabinet ini lebih condong memikirkan kepentingan partai.

Ario menilai, meski ada beberapa profesional perusahaan yang masuk dalam kabinet itu, tetapi belum bisa memberi jaminan kuat.

"Mengurus perusahaan dan kementerian berbeda. Menjadi menteri artinya mengurus permasalahan negara yang jauh lebih kompleks," katanya.

Ia melanjutkan, kinerja kementerian itu semakin dikhawatirkan, kalau ke depan para menteri itu melakukan kesalahan penempatan para dirjennya.

"Kalau itu terjadi, maka Pemerintahan Jokowi akan semakin harus kerja ekstra untuk memenuhi keinginan besar masyarakat yang mempercayai Presiden Jokowi bisa lebih banyak membawa perubahan positif bagi Indonesia," jelasnya.

Meski demikian, dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara itu, harus dilihat bagaimana respons pasar, seperti nilai tukar rupiah dan indeks harga saham gabungan dalam beberapa hari ke depan.

Kalau responsnya negatif, artinya kerja Pemerintahan Presiden Jokowi akan semakin berat. Apalagi, mengubah imagi seperti yang diharapkan pasar tidaklah mudah.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement