REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tokoh masyarakat Papua Constan Karma menilai Ketiadaan menteri dari (putra) Papua akan menjadi sebuah masalah dalam percepatan pembangunan. Khususnya, terkait Undang-undang otonomi khusus Papua.
"Undang-Undang Otonom Khusus (Otsus) merupakan UU RI untuk mengurus orang Papua, namun belum optimal karena banyak menteri yang tidak paham soal Papua," ujar Constan yang pernah menjabat sebagai Sekda Provinsi Papua ini, Ahad (26/10).
Menurut dia, harus ada sosialisasi pada level menteri mengenai otsus sehingga perlu ada putra dari Papua yang duduk di kabinet. Pasalnya, ketiadaan menteri dari Papua ini pengaruhnya akan besar terhadap pemahaman dan optimalisasi Otsus.
"Jika dibandingkan dengan Aceh yang sama-sama memiliki Otsus, sudah banyak menteri maupun dirjen dari Aceh sehingga membantu perkembangan wilayah Aceh. Pembangunan di Papua juga memerlukan orang yang paham, khususnya di level-level tertentu seperti kementerian," kata Constan.
Dia menuturkan daerah tertinggal di Indonesia dan masih menjadi pekerjaan besar adalah Papua, maka butuh orang Papua untuk memberikan pemahaman mengenai bagaimana membangun Papua dengan segala kearifan lokal yang dimiliki.
"Dengan adanya orang Papua maka akan mempermudah rentang atau jarak yang selama ini menjadi hambatan dalam melaksanakan pembangunan di Papua," katanya lagi.
Selain itu, Constan menjelaskan bahwa dalam masa pemilihan presiden, presentasi kemenangan Presiden Joko Widodo terbesar berada di Papua sehingga pasti wajar sekali bila ada perhatian khusus bagi 'Bumi Cenderawasih' ini. "Ketika Presiden Joko Widodo sibuk maka perhatian tersebut bisa saja berkurang, namun jika ada orang Papua di sekitarnya maka perhatian tersebut masih bisa diakomodasi," tambahnya.