REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mengaku kesulitan mengungkap kejahatan penjualan bayi secara 'online'. Sebab membutuhkan bukti kuat untuk membongkar kegiatan ilegal yang terkoordinasi tersebut.
"Saat ini, praktik penjualan bayi melalui jejaring sosial secara online marak dan sulit diungkap karena harus mengumpulkan bukti-bukti dan saksi," kata Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait di Jakarta, Jumat (24/10).
Untuk membongkar dan memenjarakan pelaku kejahatan ini, kata dia, pihaknya harus mengikuti mekanisme yang ada di kepolisian, misalnya, harus ada bukti kuat, laporan masyarakat dan saksi-saksi dari kejahatan tersebut.
"Kita sudah beberapa kali menanggani kasus penjualan anak secara online, langsung maupun secara adopsi, namun upaya tersebut gagal karena tidak memiliki bukti kuat dan saksi," ujarnya.
Menurut dia, penjualan anak online ini merupakan modus baru pelaku kejahatan untuk memudahkan kejahatannya dalam mendapatkan keuntungan. "Ke depannya mekanisme untuk membongkar sidikat penjualan anak ini harus diubah agar tidak ada lagi penjualan-penjualan bayi tersebut," ujarnya.
Berdasarkan laporan masyarakat, kata dia, ada situs online yang mengiklankan menjual bayi dengan harga yang cukup bervariasi dimulai Rp 10 juta hingga Rp 20 juta per bayi. Pada iklan tersebut dilengkapi foto bayi, umur dan harga bayi tersebut.
"Ini sudah aksi sidikat kejahatan yang berani dan aparat kepolisian bisa bergerak dengan memeriksa pemilik situs online tersebut, agar praktik kejahatan ini bisa dihentikan," ujarnya. Untuk itu, kata dia, diharapkan masyarakat untuk ikut mengawasi dan mau menjadi saksi untuk mengungkap kejahatan perdagangan bayi ini.
"Kita siap untuk bergerak kapan pun, apabila ada pengaduan dan saksi praktik penjualan bayi online tersebut," ujarnya.