Rabu 22 Oct 2014 22:09 WIB

TNI: Bandara Halim Strategis untuk Pertahanan

Rep: C87/ Red: Bayu Hermawan
Bandara Halim Perdanakusumah, Jakarta.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat/ca
Bandara Halim Perdanakusumah, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – PT Angkasa Transportindo Selaras (ATS) belum bisa melakukan pembangunan di Bandara Halim Perdanakusuma. Sebab putusan Mahkamah Agung (MA) yang memenangkan PT ATS atas Memorandum of Understanding (MoU) dengan Induk Koperasi TNI Angkatan Udara (Inkopau) hanya sebatas perjanjian pengelolaan aset tanah.

"Untuk membangun fasilitas penerbangan, taxiway parallel, itu kan harus ada izin prinsip dengan Angkatan Udara," kata Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara Marsekal Pertama Hadi Tjahjanto, saat dihubungi Republika, Rabu (22/10).

Aset tanah yang dimaksud yakni lahan terminal seluas 21 hektare. Bukan lahan di bandara secara keseluruhan. "Jadi kalau seandainya membuat taxiway parallel melampaui kesepakatan tanah tahun 2004," ujarnya.

Hadi melanjutkan, selain itu untuk membangun taxiway parallel, fasilitas standard Bandar udara, dan belalai sebanyak 17 unit, diperlukan izin dari Kementerian Pertahanan, Kementerian Keuangan, dan Dirjen Perhubungan Udara. "(perizinan) Itu belum," ucapnya.

Sedangkan TNI AU sendiri memiliki kepentingan berbeda antara 2004 dengan 2014. Menurutnya, saat ini, kepentingan AU yakni bandara Halim Perdanakusuma sangat strategis untuk pertahanan dan keamanan RI.

Ia menjelaskan posisi bandara Halim Perdanakusuma sebagai sistem utama persenjataan, sebab terdapat Markas Komando Pertahanan Udara Nasional.

Selain itu, untuk operasi pesawat tempur, latihan korps pasukan Angkatan Udara,  marshalling area pasukan terjun Brigif 17, sebagai lock base BNPB dalam penanggulangan bencana, sebagai escape Presiden RI apabila terjadi chaos, serta digunakan Angkasa II sebagai alternatif base apabila memerlukan landing pesawat dari bandara Soekarno-Hatta.

Oleh sebab itu, dia menilai perlunya Inkopau, Angkasa Pura dan Lion Grup duduk bersama untuk membahas tindak lanjut pengelolaan Halim Perdanakusuma.

"Apabila dihadapkan kepentingan sekarang dengan regilasi 2004 sangat berbeda. Makanya, kalau dilihat seolah-olah Halim mau dibikin bandara full service, sehingga perlu duduk bersama," jelasnya.

Meski demikian, dia mengaku TNI AU selalu mendukung kegiatan komersial karena termasuk program kesejahteraan nasional.

Tetapi, tidak boleh meninggalkan tugas pokok dan fungsi bandara Halim Perdanakusuma untuk memberika jaminan rasa aman seluruh rakyat Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement